Lihat ke Halaman Asli

Menilik Sejarah Imlek dan Nasib Pertanian Kita

Diperbarui: 31 Januari 2017   17:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - Suasana Pesta Rakyat Bogor Cap Go Meh 2015, Kamis (5/3/2015). Pesta budaya ini bertepatan dengan perayaan Cap Go Meh, yang melambangkan hari terakhir dari masa perayaan Tahun Baru Imlek. (KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO)

Pada tanggal 28 Januari 2017 warga Tionghoa memperingati Tahun Baru Imlek 2568 dengan shio Ayam Api. Banyak yang mengartikan bahwa Imlek tahun ini mengangkat kearifan tentang kehidupan manusia yang berhubungan dengan pertanian. Imlek sendiri berasal dari kata Im yang artinya bulan dan Lek yang artinya penanggalan. Jadi, Imlek sebenarnya adalah almanak atau penanggalan yang dimulai dari tangal 15 bulan ke-1 dan biasanya dirayakan pada tanggal 15 bulan ke-12 hingga tangal 15 bulan ke-1 bertepatan dengan musim semi masyarakat petani di Tiongkok.

Tahun Baru Imlek dahulu diperingati sebagai hari penyambutan musim semi bagi masyarakat petani di Tiongkok yang diwujudkan dalam kegiatan ibadat atau sembahyang sebagai bentuk rasa syukur pada Sang PenciptaPara petani menyadari bahwa hasil pertanian yang mereka dapatkan merupakan pemberian dari Sang Pencipta. Biasanya, Tahun Baru Imlek dianggap sebagai momen mengungkapkan rasa syukur para petani di Tiongkok. Perayaan tersebut berada pada puncaknya ketika malam ke-15 bulan ke-1 dengan bulan purnama penuh, atau orang Tiongkok biasa menyebutnya Cap Go Meh. Para petani memasang lampion di sawah dan ladang-ladang sebagai peringatan dimulainya musim tanam kembali dan sebagai isyarat pengusir hama

Pada perayaan Tahun Baru Imlek sekaran ini, masalah tentang kearifan manusia yang berhubungan dengan pertanian ternyata masih menjadi perhatian, terutama jika dikaitkan dengan ketahanan pangan di Indonesia. Presiden Joko Widodo dalam pidato sambutan pembukaan Rapat Kerja Nasional Pembangunan Pertanian 5 Januari 2017, beliau mengungkapkan hal yang menjadi perhatian masyarakat terkait Indonesia yang takkan impor beras lagi. 

Dua tahun yang lalu, Presiden Joko Widodo pernah menyatakan bahwa pembangunan di sektor pertanian menjadi kunci mengatasi kemiskinan bangsa Indonesia dengan swasembada beras. Pernyataan tersebut belum bisa dibuktikan oleh masyarakat, malah justru masyarakat Indonesia menjadi pesimis karena harga beras terus melambung. Tidak hanya harga beras, harga cabai juga meningkat drastis sehingga petani Indonesia mulai dilanda kegelisahan.

Berbicara masalah pertanian, masyarakat tentu masih ingat ketika era Orde Baru, pemerintah secara aktif banyak melakukan kerja nyata terkait proses pembangunan pertanian. Faktor-faktor pendukung pembangunan pertanian yang akhirnya menjadi fokus utama hingga akhirnya Indonesia menjadi negara swasembada pangan yang diakui oleh dunia. 

Sebenarnya, dari era pemerintahan Orde Baru inilah kita seharusnya belajar bahwa yang terpenting dari pembangunan pertanian dan penguatan ketahanan pangan adalah prosesnya. Pertanian adalah bicara kerja dan proses. Kita tidak mungkin bisa menikmati hasil pertanian ketika kita tidak menanam dengan baik. Menanam saja pun tidak pasti akan memanen hasil yang diharapkan. Oleh karena itu, pemerintah dan para petani harus benar-benar mengusahakan pemenuhan dan perbaikan faktor-faktor yang mendukung proses pembangunan pertanian tersebut.

Permasalahan pembangunan pertanian ini memang sangat berkaitan dengan ketahanan pangan, yang diartikan sebagai suatu kondisi terpenuhinya pangan perseorangan hingga negara yang tecermin dari tersedianya jumlah pangan yang cukup, kualitas, gizi, dan keamanan yang terjangkau bagi masyarakat. Bung Karno pernah berkata bahwa ketahanan pangan menjadi fokus yang sangat penting karena menyangkut hidup mati bangsa. Dari sinilah, peran petani menjadi sangat penting dan menentukan masa depan bangsa Indonesia melalui apa yang dikonsumsinya. 

Akan tetapi, kondisi petani Indonesia sedang memasuki masa yang cukup kritis karena jumlah petani di Indonesia mengalami penurunan sebanyak kurang lebih 5 juta orang dalam kurun delapan sampai sepuluh tahun terakhir. Kondisi ini tentu menjadi perhatian semua pihak, karena yang menjadi ujung tombak ketahanan pangan Indonesia adalah keluarga petani Indonesia itu sendiri sehingga pemerintah dan masyarakat harus segera mengembalikan keyakinan petani Indonesia agar terus bisa bekerja dan berproses sebaik-baiknya demi mewujudkan ketahanan pangan Indonesia yang lebih baik.

Perayaan Tahun Baru Imlek inilah yang mungkin patut dianggap sebagai momentum kebangkitan pertanian dan ketahanan pangan Indonesia. Tahun Baru Imlek banyak di­ilhami dari budaya meningkatkan per­eko­nomian para petani di Tiongkok, sehingga kala itu prinsip-prinsip eko­nomi pertanian sudah dilaksanakan de­ngan baik. Sosial ekonomi pertanian atau pola agribisnis telah terjadi dan dilak­sa­na­kan dalam kehidupan masyarakat pe­tani di Tiongkok. 

Sejarah dari adanya perayaan Imlek bermakna untuk mening­katkan per­eko­nomian masyarakat petani di Tiongkok dulu, dan kini perayaan Tahun Baru Imlek bermakna ke­hi­dupan yang lebih baik dari tahun yang sudah dilalui. Begitu pula di tahun yang baru ini, masyarakat Indonesia masih menantikan langkah nyata yang telah dan akan dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan Indonesia melalui program pembangunan bidang pertanian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline