Lead Economist World Bank untuk Indonesia, Vivi Alatas menyebut salah satu faktor kemiskinan terjadi karena tingginya harga jual beras di tingkat masyarakat.
Dia menuturkan, apabila harga beras naik sekitar 10 persen, akan ada 1,2 juta orang miskin baru. "Karena tiga seperempat orang miskin net consumer beras. Artinya saat harga beras naik ada tiga orang yang dirugikan dan satu orang diuntungkan dari kenaikan harga beras,"
Vivi mengungkapkan, saat ini harga beras di Indonesia sendiri 70 persen lebih tinggi dari pada harga di tingkat internasional. Jadi peran pemerintah menjadi perlu dalam menstabilisasikan harga beras di tingkat pasar. Dengan demikan masyarakat tidak lagi menjerit karena harga beras yang tinggi. (liputan6.com)
Sekarang pertanyaannya adalah bagaimana cara menstabilkan harga beras dengan cepat agar apa yang dikatakan World Bank benar-benar tidak terjadi.
Jawabannya ternyata sangat sederhana. Dalam teori ekonomi, harga ditentukan dari pertemuan sisi permintaan dan penawaran. Pemerintah tinggal pilih saja, mau mengintervensi dari sisi yang mana.
Jika opsinya ingin mengintervensi dari sisi permintaan maka jalannya adalah menggelontorkan beras sejahtera (rastra). Dengan jumlah beras yang digelontorkan sebanyak 15 kg/bulan untuk rumah tangga sasaran sebanyak 15,5 juta, maka dalam satu tahun ada 3 juta ton beras yang disalurkan.
Program ini sangat efektif karena bisa kita bayangkan andaikata dalam satu keluarga punya 1 istri dan dua anak, maka ada sekitar 60 juta jiwa kebutuhan berasnya sudah dipenuhi oleh pemerintah. Ini artinya sama dengan jumlah seperempat penduduk Indonesia. Jadi wajar kalau harga beras bisa dikontrol kenaikannya.
Jika pemerintah mau mengintervensi dari sisi supply, pemerintah tinggal menggelar operasi pasar murni yang ditujukan kepada masyarakat umum dan pedagang eceran. Namun yang paling baik adalah kedua-duanya dilakukan, biar lebih efektif dan harga beras cepat turun.
Ternyata segampang itu cara menstabilkan harga beras. Tidak perlu lagi kita mencari jawaban kenapa operasi pasar tidak mampu menurunkan harga dan beras yang diserap pasar sangat sedikit.
Tapi faktanya sekarang, pemerintah sudah mulai menghilangkan rastra dan menggantinya dengan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Padahal pemerintah sadar betul bahwa mekanisme ini sama dengan pasar bebas. Membebaskan masyarakat membeli beras sesuai dengan selera dengan tingkatan harga tertentu.
Artinya pada titik ini pemerintah tidak mampu mengontrol harga beras di tingkat masyarakat. Bahkan di lapangan terjadi ketidaksiapan dan sejumlah penyelewengan. Dan dampak nyatanya adalah harga beras tidak kunjung turun.