Lihat ke Halaman Asli

Julkhaidar Romadhon

Kandidat Doktor Pertanian UNSRI

Rastra, Senjata Penstabil Harga yang Terlupakan

Diperbarui: 12 April 2018   23:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Bulog

Masalah perberasan harus mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah. Salah mengambil kebijakan maka nasib 250 juta rakyat akan dipertaruhkan. Hal ini bisa kita lihat dengan kasus yang terjadi sekarang. Kasus apa itu? ya, kenaikan harga beras.

Pemerintah sekarang semakin dibuat pusing, apalagi titah presiden sudah turun untuk menstabilkan harga pangan terutama beras. Bulan puasa tinggal hitungan hari dan lebaran kian semakin dekat, namun harga belum juga bersahabat. Sejumlah rapat makin banyak digelar, baik tingkat menteri maupun tatatan teknis tak terhitung jumlahnya. Bahkan para pejabat pun semakin gencar merapatkan barisan untuk berkoordinasi.

Bahkan yang terbaru adalah kesiapan sejumlah bank BUMN untuk membantu menjual kebutuhan beras operasi pasar dari BULOG. Sebuah terobosan memang, baru kali ini para bank bersedia menggunakan jaringannya untuk berjualan. Kita patut acungi jempol, angkat topi atas keseriusan pemerintah demi menstabilkan harga. Langkah antisipatif diatas hanyalah satu "goal" yaitu harga stabil.

Mengapa kestabilan harga diperlukan? Stabilnya harga merupakan jaminan negeri ini tetap menjalankan semua roda, baik roda perekonomian dan roda pemerintahan. Coba kita bayangkan jika harga berfluktuasi, melambung tinggi tanpa kepastian. Sudah pasti demo rakyat dimana dimana dan dampak terparah adalah rusuh sosial yang dapat berupa penjarahan.Tentu kita tidak ingin demikian bukan.

Kembali ke sejumlah langkah antisipatif pemerintah tadi. Diatas disebutkan bahwa sejumlah bank bersedia menggunakan jaringannya di daerah untuk membantu pemerintah menstabilkan harga. Langkah diatas memanglah tepat, selain masyarakat mudah mengaksesnya, yang namanya harga beras operasi pasar pasti juga sama disetiap tempat.

Namun persoalannya bukan disitu? 

Keberhasilan operasi pasar yang dilakukan tidak hanya terletak pada akses, namun pada daya beli masyarakat itu sendiri. Walaupun harganya sedikit lebih rendah daripada harga pasaran umum, jikalau masyarakat tidak mampu membeli, tentu juga tidak berhasil.

Seperti contoh harga beras operasi pasar seperti yang diberlakukan sekarang adalah Rp 8.000. Sedangkan harga beras dipasaran berkisar antara Rp 9.000-11.000 berarti selisihnya hanya 2 ribu rupiah. Masyarakat miskin dengan harga seperti itu, menganggap masih mahal jika dibandingkn rastra yang hanya Rp 1.600. Faktor ini juga terkadang yang membuat kenapa beras operasi pasar kurang diminati selain faktor persoalan daya beli.

Sebenarnya ada cara elegan yang sekarang luput dari perhatian pemerintah dalam menstabilkan harga. Pemerintah lupa, bahwa program beras sejahtera (rastra) yang sekarang dihapuskan adalah bagian dari operasi pasar.

Rastra dan Kotak Pandora

Jika operasi pasar merupakan bentuk intervensi pemerintah dari sisi supply, maka rastra adalah intervensi pemerintah dari sisi demand. Keduanya sama-sama menstabilkan harga. Biasanya juga, ketika harga beras mengalami kenaikan, kedua cara ini dilakukan serentak. Satu sisi operasi pasar menyerbu pasaran umum dan satu sisi rastra dipercepat penyalurannya kepada masyarakat miskin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline