Lihat ke Halaman Asli

Julkhaidar Romadhon

Kandidat Doktor Pertanian UNSRI

Kenaikan Harga Beras Membuat Gerah Istana

Diperbarui: 10 Maret 2018   20:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

nasional.republika.co.id

Menko Perekonomian Darmin Nasution dipanggil ke Istana oleh Presiden Jokowi awal bulan maret ini. Presiden menginginkan agar harga pangan stabil sebelum memasuki bulan ramadhan yang tinggal beberapa bulan lagi. Pemerintah bekeinginan mengulangi kesuksesan pada tahun 2017 lalu, ketika harga pangan stabil bahkan diklaim paling stabil selama beberapa tahun terakhir.

Hingga awal Maret 2018, harga pangan terutama beras masih tinggi. Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga rata-rata beras medium saat ini sudah mencapai Rp 12 ribu per kilogram (kg). Padahal, menurut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 57 Tahun 2017, HET beras ditetapkan sebesar Rp 9.450 per kg hingga Rp 10.250 per kg. Bahkan BPS juga mencatat kenaikan harga gabah petani sebesar 8,42 persen, beras grosir sebesar 3,7 persen dan beras eceran di angka 6,25 persen sepanjang bulan Januari.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa inflasi tercatat di angka 0,62 persen secara bulanan (month-to-month/mom) di bulan Januari 2018 yang didorong oleh inflasi beras. Hal itu tercermin dari angka inflasi bahan makanan di angka 2,34 persen di periode tersebut. Ya begitulah hebatnya beras, ia akan menjadi lokomotif kenaikan harga pangan yang lainnya jika tidak secepatnya diredam. Bahkan yang paling berbahaya adalah akan berujung kepada kerusuhan social. Oleh karena itulah, kenaikan harga beras yang terus menerus harus segera diredam pemerintah secepatnya.

Peringatan Keras Beras

Kenaikan harga beras tersebut menjadi "warning" awal, ada sesuatu yang salah dalam dunia perberasan tanah air. Istana semakin dibuat gerah, apalagi ditengah situasi panen raya yang didengung-dengungkan oleh Kementerian Pertanian. Fakta ini seolah-olah semakin membuktikan ke publik, bahwa memang benar panen yang selama ini hanyalah seremonial alias panen yang "dirayakan".

Namun apa mau dilacur, opini publik pun terpecah dan pemerintah daerah juga sudah termakan isu. Polemik beras impor yang didatangkan dari Vietnam dan Thailand terus menuai pertentangan. Mereka tetap berkeyakinan bahwa beras impor tidak diperlukan ditengah situasi panen raya yang terjadi dimana-mana. Hingga akhirnya yang terjadi sekarang adalah petani dan pemerintah daerah beramai-ramai menolak kedatangan beras impor masuk ke daerahnya. Untuk menenangkan agar situasi tidak bertambah panas, maka beras impor terus dikawal dan disegel oleh satgas pangan agar tidak merembes keluar.

Istana sekarang sedang menghadapi situasi simalakama. Ibarat senjata makan tuan, senjata yang dimainkan sudah menyerang balik. Andaikan, pemerintah dalam hal ini Kementan mengakui terus terang kekurangan beras akibat banyak yang gagal panen, tentu isu penolakan beras impor tidak terjadi. Beras-beras impor tersebut, bisa dipakai untuk operasi pasar dalam meredam kenaikan harga. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, beras impor tidak bisa keluar dan harga beras tidak mau turun alias tinggi.

Perbedaan Tahun 2017 dan 2018

Pemerintah tidak akan mencapai kesuksesannya dalam menjaga kestabilan harga pangan tahun 2018 ini seperti pada tahun 2017. Mengapa? karena ada perbedaan yang sangat signifikan dari kebijakan pangan yang ditempuh pemerintah sendiri. Kebijakan apa itu? penghapusan rastra dan menggantinya dengan program bantuan social (bansos) rastra dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)

Program Raskin dimulai pada waktu terjadi krisis pangan pada tahun 1998. Dimana pada tahun tersebut, berbarengan dengan krisis moneter, meningkatnya suhu politik dan kemarau panjang. Untuk mengatasi krisis pangan serta menghindari kemungkinan terjadinya krisis sosial, maka pemerintah mengambil kebijakan untuk memberikan subsidi pangan bagi masyarakat melalui Operasi Pasar Khusus (OPK). Seiring berjalannya waktu, ternyata program pemberian subsidi pangan ini begitu efektif meringankan beban pengeluaran masyarakat.

Mengingat anggaran yang terbatas serta banyak masyarakat umumnya yang membutuhkan, maka pada tahun 2002 program tersebut sedikit dimodifikasi. Modifikasi program dilakukan lebih selektif lagi dengan menerapkan system targeting, yaitu membatasi sasaran hanya membantu kebutuhan pangan bagi Rumah Tangga Miskin (RTM) saja. Sejak itu program ini menjadi lebih terkenal dengan nama Program Raskin, yaitu subsidi beras yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline