Lihat ke Halaman Asli

Julkhaidar Romadhon

Kandidat Doktor Pertanian UNSRI

Mewaspadai Titik Lemah Bantuan Pangan Non Tunai

Diperbarui: 17 Februari 2018   04:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara mengejutkan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengakui bantuan pangan nontunai (BPNT) dalam implementasinya belumlah tepat sasaran. Hal ini terungkap dalam rapat koordinasi tingkat menteri di kantor Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Jakarta, Rabu (7/2/2018).  

Berikut kutipannya "tadi evaluasi dari beberapa perjalanan selama ini, diharapkan segera ada perbaikan. Khususnya data, karena itu sangat signifikan. Kalau masalah data, ada yang harusnya dapat tetapi tidak dapat. Dan kebalikannya, ini (harus) disinkronkan dalam satu pintu" kata Moeldoko (sumber).

Sebenarnya pernyataan Moeldoko tidak mengejutkan, karena sebulan sebelumnya Presiden Jokowi melakukan penundaan BPNT. Usai membuka acara persiapan pemeriksaan laporan keuangan pemerintah pusat tahun 2017, Presiden Jokowi langsung memimpin rapat terbatas (ratas) bersama beberapa menteri kabinet kerja. Ratas tersebut mengenai evaluasi pelaksanaan program beras sejahtera (rastra) dan program bantuan pangan non tunai, istana bogor selasa (5/12/2017) (m.kontan.co.id).

Dari uji coba tersebut, Presiden meminta untuk tidak ditambah dahulu, melainkan dicek dan dievaluasi dengan betul. Beliau juga mengingatkan bahwa di bulan Maret 2018 akan ada Susenas yang jadi perhitungan angka kemiskinan, BPS juga akan bertanya apakah dalam 4 bulan terakhir menerima rastra. "jangan sampai saya minta ada keterlambatan, saya minta BULOG mengikuti, Mentan, BUMN, Menko PMK bisa ikuti supaya beras ini sampai ke penerima manfaat tanpa terlambat satu hari pun".

Dilema Bantuan Pangan Non Tunai

Menko Pembangunan Manusia Kebudayaan (PMK) menyatakan seyogyanya perluasan penyaluran BPNT Tahun 2018, akan dilaksanakan dalam 4 tahap; yakni tahap I pada Februari, tahap II pada Maret, tahap III pada Juli, dan tahap IV pada Agustus. Total KPM program Bansos pangan adalah sebesar 15,498,936 KPM yang tersebar di 514 Kab/Kota. Namun karena Presiden Jokowi meminta pelaksanaan BPNT dilakukan evaluasi dahulu, maka pada tahun 2018 pelaksanaannya ditunda.

Tetapi ada beberapa hal yang patut kita beri perhatian lebih dibandingkan dengan persoalan data penerima. Tulisan ini akan membahas sisi lain yang patut diwaspadai dari penerapan BPNT.

BPNT atau istilah awalnya voucher pangan sangat kental nuansa "free market" yang populer dikenal dengan sebutan "mekanisme pasar". Dua poin yang patut kita perhitungkan adalah harga yang bisa berubah-ubah dan kebebasan memilih jenis beras. Harga keseimbangan atau harga tebus komoditas oleh masyarakat penerima manfaat sangat ditentukan oleh kekuatan penjual dan pembeli sehingga tidak bisa dikontrol. Selain itu, masyarakat miskin/rentan yang selama puluhan tahun menerima raskin, tiba-tiba juga dapat memilih jenis beras sendiri sesuai selera.

Kedua poin diatas inilah yang selalu dibangga-banggakan oleh pemerintah sebagai keunggulan BPNT dibandingkan rastra. Padahal menurut saya justru dua poin inilah merupakan titik kelemahan BPNT dibandingkan rastra dan ini seharusnya diwaspadai oleh Negara.

Titik lemah ini akan saya kupas dengan argumentasi berdasarkan referensi ilmiah. Siapa yang tidak kenal dengan hukum permintaan dan penawaran dalam ilmu ekonomi? Pelajaran yang sudah diperkenalkan sedari Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dalam aktifitas ekonomi, permintaan dan penawaran merupakan refleksi dari aktivitas di pasar, antara para calon pembeli dan penjual. Sehingga pertemuannya akan membentuk keseimbangan harga akibat polarisasi yang disebabkan oleh mekanisme pasar. Dengan kata lain, harga keseimbangan dibentuk oleh aktifitas permintaan dan penawaran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline