Lihat ke Halaman Asli

Miskin

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ada apa dengan orang miskin? Apa orang miskin memang diciptakan untuk selalu menyusahkan orang lain. Kerap kali kita mendengar kata miskin atau fakir miskin dalam kehidupan sehari-hari, sebutan si miskin biasanya ditujukan untuk orang-orang yang (maaf) tidak punya tempat tinggal, hidup gelandangan, dan suka meminta-minta. Ya memang benar keadaan miskin itu terkadang membuat si objek menjadi orang yang malang karena diperguncingkan ataupun kadang dikasihani, tapi siapa sih yang mau mendapat perlakuan seperti itu? Saya rasa tifak ada seorangpun yang mau menjadi orang miskin.

Kata Miskin memiliki arti yang luas, contohnya saja mulai dari miskin harta, miskin ilmu, miskin hati dan yang sekarang di benak saya adalah miskin Kepercayaan Diri. Banyak yang beranggapan bahwa dengan adanya kekayaan dan popularitas akan  membuat seseorang menjadi percaya diri, berbangga hati bahkan menjadi orang yang sombong. Namun apa jadinya jika kekayaan tersebut tidaklah menjamin kebahagiaan seseorang yang terpancar dari kepercayaan diri, menurut saya kepercayaan diri merupakan suatu hasil atau buah dari rasa bahagia karena pada saat sedang berbahagia hormon kita akan membuat mood bangkit, lebih bersemangat menatap dunia dan bangga akan diri sendiri, sikap bangga akan diri sendiri membuat seseorang manjadi periang dan percaya diri. Baik itu dalam kehidupan sehari-hari dunia sekolah atau kerja. Suatu rasa bahagia akan terpancar dengan sendirinya lewat kepercayaan diri seseorang.

Lalu bagaimana nasib si manusia yang memang sudah terlahir membawa sifat miskin (pemurung) ? akan banyak kesulitan yang ia hadapi dalam berinteraksi dengan orang banyak apalagi orang-orang baru di luar zona amannya. Lingkungan dan cara mendidik anak sejak dini sangat mempengaruhi kebahagiaan anak dewasa nanti, saat masih kecil mungkin orang tua anak akan terus menemani dan memahami juga terbiasa dengan sifat pasif anak, namun ketika sudah dewasa anak akan dilepas ke dunia luar yang baru ia kenal dan mau tidak mau harus ia harus berkecimpung di dalamnya.

Dalam suatu kelas contohnya, siswa-siswi di kelas memiliki keragaman karakter yang berbeda satu dengan yang lain, ada yang aktif dan pasif. Sikap pasif murid sering dilihat dari cara belajar ataupun bergaul anak, biasanya anak yang pasif akan terlihat pemalu dan malah kadang menjadi pemurung, sifat pasif (pemalu) yang ia miliki membuat ia sulit untuk memulai komunikasi bahkan dengan teman sebaya sekalipun dan faktor inilah yang menyebabkan ia menjadi pemurung, kurangnya teman bergaul dan minimnya pengalaman yang ia dapat dari teman-temannya kadang membuat anak gagal “move on”. Sempitnya wawasan yang ia dapat akan membuat anak menjadi cepat putus asa dan tidak percaya pada dirinya sendiri. So bagaimana menangani krisis kepercayaan diri anak itu jika ia sudah terlanjur menjadi anak pemurung? Itu semua bisa diatasi hanya oleh dirinya sendiri. Biasanya dengan kesadaran akan miskinnya ia akan kepercayaan diri ia akan mencari cara keluar dari zona amannya, namun hal itu tidak akan terealisasikan jua tanpa ada si pendukung (KELUARGA).Salam ~




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline