Lihat ke Halaman Asli

JULISTYA TSANYA LEONA

MAHASISWA ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

Meme, Hastag, dan Pencitraan: Strategi Baru dalam Arena Politik

Diperbarui: 25 Desember 2024   04:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Icon Media Sosial (Sumber: Julistya T Leona)

Julistya Tsanya Leona_Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Pernahkah Anda merasa bahwa politik di era sekarang lebih mirip dengan panggung hiburan? Mengapa meme lucu, hashtag viral, atau video TikTok kreatif sering kali lebih mencuri perhatian dibandingkan dengan pidato panjang atau program kerja konkret? Bagaimana politisi dapat mengubah citra mereka menjadi lebih relatable hanya melalui sebuah foto atau klip berdurasi 30 detik?

Dalam esai ini, kita akan menganalisis bagaimana teknik-teknik pencitraan politik melalui media sosial, terutama meme dan hashtag, digunakan oleh politisi dan dampaknya terhadap masyarakat Indonesia. Selain itu, kita juga akan mengeksplorasi bagaimana polarisasi politik dan disinformasi menjadi tantangan dalam penggunaan media sosial sebagai alat komunikasi politik.

Komunikasi politik di Indonesia telah mengalami transformasi yang mendalam dalam beberapa tahun terakhir, seiring dengan berkembangnya teknologi digital, khususnya media sosial. Media sosial kini bukan hanya menjadi ruang untuk berbagi informasi atau hiburan, tetapi juga telah menjadi alat yang efektif bagi politisi untuk membangun citra, menciptakan narasi, dan meraih simpati dari masyarakat.

Platform seperti Instagram, Twitter, dan TikTok telah memungkinkan politisi untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat tanpa batasan geografis, dan seringkali tanpa perantara media massa. Salah satu fenomena menarik yang muncul adalah teknik pencitraan politik yang memanfaatkan meme, hashtag, dan konten visual yang menghibur untuk membentuk persepsi publik.

Pencitraan politik melalui media sosial telah menciptakan perubahan besar dalam cara politik dijalankan di Indonesia. Berbeda dengan era sebelumnya, di mana media massa tradisional seperti televisi dan surat kabar menjadi saluran utama komunikasi politik, kini media sosial menjadi arena utama dalam membentuk opini publik. Pencitraan politik yang dilakukan oleh politisi, terutama melalui teknik kreatif seperti meme dan hashtag, menciptakan ruang baru bagi politisi untuk tampil lebih dekat dan relatable bagi pemilih, terutama generasi muda yang dominan dalam penggunaan media sosial. Namun, seiring dengan kemajuan tersebut, muncul pertanyaan besar: apakah pencitraan ini benar-benar menciptakan kedekatan antara pemimpin dan rakyat, atau justru memperburuk polarisasi di masyarakat? Apakah pencitraan politik ini lebih mementingkan citra daripada substansi kebijakan yang seharusnya menjadi fokus utama?

Peran media sosial dalam komunikasi politik di Indonesia semakin kuat, seiring dengan bertumbuhnya pengguna aktif di berbagai platform. Menurut laporan We Are Social (2023), Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah pengguna media sosial terbesar di dunia, dengan lebih dari 170 juta pengguna aktif. Data ini menunjukkan betapa pentingnya media sosial dalam membentuk opini publik, termasuk dalam konteks politik. Para politisi dan partai politik memanfaatkan media sosial untuk berinteraksi langsung dengan pemilih, menyampaikan pesan politik, dan memperkenalkan diri mereka dengan cara yang lebih personal. Salah satu teknik yang paling dominan dalam pencitraan politik saat ini adalah meme.

Meme Pemilu 2024 (Sumber: Suara.com)

Meme telah menjadi alat penting dalam kampanye politik. Meme merupakan gambar atau video yang disertai dengan teks lucu atau satir, yang dapat menyampaikan pesan dengan cara yang mudah dicerna oleh publik. Meme sering kali bersifat viral, karena kontennya yang menghibur dan mudah dibagikan. Dalam konteks politik, meme tidak hanya digunakan untuk menyampaikan pesan positif tentang kandidat, tetapi juga untuk menyerang lawan politik dengan cara yang terlihat lebih ringan, namun tetap berdampak besar pada persepsi publik. Sebagai contoh, pada Pemilu 2019, meme yang menampilkan calon presiden dengan teks satir sering kali tersebar luas di media sosial, membentuk pandangan publik terhadap calon tersebut. Meme ini sering kali mengandung unsur humor atau sindiran tajam, yang berfungsi untuk membuat citra seorang kandidat menjadi lebih dikenal, meskipun sering kali tidak mencerminkan kebijakan atau program nyata yang ditawarkan.

Meme Pemilu 2024 (Sumber: Network.id)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline