Keadilan adalah sebuah kata yang mudah kita ucapkan dan sering kita dengar. Namun keadilan itu sendiri seolah-olah hanya menjadi idealisme yang selalu dirindukan banyak orang.
Setelah empat bulan pasca tragedi kanjuruhan yang menewaskan 134 orang (Kompas.com 22/10/2022). Bahkan sampai sekarang masih belum ada kemajuan yang signifikan dalam penyelidikan kasus tersebut. atau lebih tepatnya tidak ada pergerakan sama sekali dari pemerintah dan aparat kepolisian dalam mengusut tuntas tragedi kemanusian tersebut.
Kasus kemanusiaan tersebut seolah-olah sengaja dialihkan ke kasus-kasus yang lain demi melindungi oknum-oknum yang bertanggung jawab dalam kasus kemanusiaan itu.
Akan tetapi, pemerintah seakan bungkam dengan permasalah yang terjadi. Di kota Malang sendiri. Penduduk serta aremania menolak lupa terhadap tragedi berdarah itu. Mereka secara rutin mengadakan demo dan orasi menuntut keadilan bagi korban-korban yang tidak bersalah dan kehilangan nyawa secara mengenaskan.
Bermacam cara telah mereka lakukan untuk menuntut keadilan, seperti ; berdemo, berorasi, dan memasang bener-bener yang bertuliskan USUT TUNTAS TRAGEDI 1/10/2022.
Tulisan yang mewakili rasa ketertindasan dan protes akan ketidak adilan tersebut beredar di setiap sudut kota Malang. Namun sekali lagi aparat dan pemerintah seolah-olah menutup mata dan telinga akan permasalahan yang terjadi. Tidak ada tindakan atau proses yang lebih lanjut.
Oknum-oknum yang seharusnya bertanggung jawab masih bebas-sebebasnya tanpa rasa bersalah dan pengadilan. Sungguh miris melihat keadaan negara ini dan para pemimpinnya. Katanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Namun mereka lebih mementingkan kekuasaan dan jabatanya ketimbang menegakan keadilan dan kebenaran. Memang hukum di negara ini kalau berkaitan dengan keadilan bagi rakyat kecil masih sangat sulit untuk diperoleh. Dan meskipun diperlakukan tidak adil masyarakat kecil atau wong cilik hanya bisa diam tanpa mampu bersuara melawan ketidakadilan. Meskipun mereka bersuara, suara mereka seakan masih terlalu kecil untuk didengar oleh para penguasa yang gila harta tersebut.
Selain itu, media yang seharusnya menjadi sarana untuk membela wong cilik serta menegakan kebenaran. Malah menutup diri serapat-rapatnya di bawah kekuasaan.
Media massa yang seharusnya menjadi tempat menyuarakan ketidakadilan. Malah menjadi tempat propaganda dan rekayasa persetujuan seperti yang dikatakan Noam Chomsky.