Lihat ke Halaman Asli

Julinda Jacob

Orang rumahan

Chuseok, Hari Mudiknya Korea Selatan

Diperbarui: 5 Juli 2016   19:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: koreanherald.com

Seperti Indonesia, Korsel juga mempunyai hari raya yang dibarengi dengan tradisi mudik. Hari raya umat Korsel ini disebut Chuseok yakni hari penghormatan terhadap arwah leluhur (sembahyang leluhur) yang dirayakan secara besar-besaran pada hari ke 15 bulan ke 8 kalender lunar antara Bulan September hingga awal Oktober. Kalender lunar digunakan untuk perayaan hari tradisional sedangkan kalender masehi untuk hari libur resmi nasional. Hari Raya Chuseok merupakan salah satu dari empat hari besar tradisional yang dirayakan Korsel. 

Chuseok dilaksanakan selama 3 hari dan ditetapkan sebagai hari libur nasional tanpa sidang isbat. Tahun 2015, Chuseok dilaksanakan tanggal 26-29 September, sedangkan tahun ini akan dilaksanakan pada tanggal 14-16 September mendatang. Chuseok dikenal juga sebagai festival panen. Pada Hari Chuseok, masyarakat Korsel mengadakan pesta makan sebagai wujud terima kasih atas keberhasilan panen (Korean Thanksgiving). Kadang-kadang Chuseok disebut sebagai hangawi, jungchujeoul atau gabe.

Sehari sebelum Chuseok, masyarakat urban pulang ke kampung halaman leluhur masing-masing (mudik) seperti ke Busan, Daejeon, Gwangju, Gangneung, Seongnam, dll, untuk berkumpul dengan keluarga besar di rumah utama (rumah kakek-nenek, orang tua) dan mengunjungi altar leluhur. Violla, putri sulungku tinggal di Suwon. Kota kecil di Korsel yang hanya berdurasi 1,5 jam dari Seoul. Sebagian besar masyarakat Suwon menggunakan mass rapid transport sebagai angkutan mudik. Tiket moda transportasi umum akan habis terjual saat Chuseok. Mereka memesan online dengan pembayaran via kartu kredit atau kartu debit. Sebagian ada yang menggunakan kendaraan pribadi namun jumlahnya sangat kecil. Selama Chuseok, otomatis terjadi peningkatan volume kendaraan namun tidak menyebabkan kemacetan. Arus lalu lintas berjalan wajar dan lancar. Demikian juga dengan harga kebutuhan pokok, semua normal, tidak terjadi kenaikan harga.

Masyarakat Korsel sangat menghormati leluhur. Masyarakat percaya bahwa nenek moyang yang meletakkan peradaban. Mereka percaya bahwa apa yang mereka dapatkan hari ini merupakan hasil jerih payah dan jasa para leluhur. Mereka meyakini bahwa leluhur mereka hidup menderita demi memperjuangkan kehidupan terbaik untuk masa depan anak cucunya.

Sumber: todaykorea.co.kr

Pemikiran para leluhur, nenek moyang Korsel, “Biarlah bersakit-sakit dahulu yang penting nanti di masa depan anak cucu kita maju”. Karena itu pagi hari pertama Chuseok mereka melakukan sembahyang/penghormatan kepada leluhur dengan cara membungkuk (sungmyo) dan ziarah ke makam leluhur membersihkan kotoran dan rumput-rumput di kuburan (bulcho) serta memberikan sajian hasil panen terbaik berupa buah-buahan, daging, soju (alkohol), shikye, sebagai ungkapan terima kasih kepada leluhur dan terakhir melakukan chare yakni mengatur meja altar leluhur di rumah dengan benar seperti menyalakan lilin sebelum soju dituangkan dalam tiga cangkir yang berbeda dan setelah itu membungkuk dua kali. 

Setiap hidangan memiliki spesifik space sendiri di altar. Masyarakat Korea juga sangat menghormati orang tua. Apabila setelah Chuseok kuburan leluhur atau orang tua masih kotor maka orang akan menganggap bahwa mereka memiliki anak yang tak berguna dan dianggap memalukan keluarga. Hal ini berasal dari ajaran Konfusius yang melekat kental dan ditaati masyarakat Korsel. Sekalipun beragama Kristen mereka tetap berkeyakinan sama bahwa mereka bisa berdiri di sini karena perjuangan orang tua, nenek moyang dan dirinya sendiri.

Makanan khas saat Chuseok adalah kue songpyeon. Di setiap rumah warga menyajikan kue songpyeon. Kue songpyeon terbuat dari tepung beras berbentuk bulan sabit kecil yang diisi kacang atau wijen. Malam sebelum Chuseok semua anggota keluarga duduk bersama membuat songpyeon sambil melihat bulan dan meniatkan harapan atau cita-cita untuk yang akan datang. Songpyeon dibentuk secantik mungkin sesuai kepercayaan masyarakat jika yang membuat masih perawan atau bujang akan mendapat istri/suami yang cantik/ganteng dan jika orang tua akan mendapatkan anak yang cantik/ganteng. Chuseok juga merupakan hari kepedulian terhadap keluarga, tetangga dan orang-orang yang kurang beruntung dengan cara berbagi. Artis-artis Korea merayakan Chuseok dengan mengenakan hanbok (pakaian tradisional korea) sekaligus ikut melestarikan budaya korea.

Kemiripan budaya
Ada beberapa kemiripan perayaan Chuseok dengan Hari Raya Idul Fitri meskipun dalam patron yang berbeda. Di antaranya tradisi mudik atau pulkam (pulang kampung), makanan khas, ziarah dan zakat atau sedekah. Dari tahun ke tahun pemudik by kendaraan roda dua maupun roda empat terus meningkat signifikan sehingga menyebabkan kemacetan luar biasa di beberapa ruas jalan utama jalur mudik terutama wilayah Pulau Jawa. Tribunnews.com dan media kaca mewartakan setiap hari 60 ribu lebih pengendara melalui Tol Cipali dan pada H-3 terjadi kemacetan panjang selama 8 jam lebih di exit Tol Kanci-Pejagan. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan para supir dan penumpang baik kendaraan pribadi maupun angkutan umum. 

Sumpah serapah dan makian ditujukan kepada pemerintah terdengar lantang di antara para mudikers. Mudikers tidak menyadari bahwa mereka ikut menyuplai kemacetan dengan penggunaan kendaraan pribadi. Akan berbeda situasinya jika mudikers menggunakan transportasi umum. Kemacetan tetap ada namun masih dalam ambang wajar seperti di Korsel. Namun hal ini sulit terlaksana mengingat moda transportasi Indonesia hingga saat ini masih belum aman dan nyaman. Entah butuh berapa tahun lagi untuk membenahi pertransportasian di Indonesia.

Jika Indonesia mempunyai ketupat lebaran dan teman-temannya sebagai menu wajib Idul Fitri, Korsel pun punya songpyeon dengan niat dan harapannya. Songpyeon penuh mitos dan diyakini masyarakat Korsel, sedangkan ketupat semata-mata untuk santapan hari raya. Selain itu, setiap kali mudik orang kita akan melakukan ziarah ke makam tanpa disertai sesajian, hanya dengan tabur bunga dan pembacaan doa. Islam Indonesia tidak mengajarkan penghormatan berlebihan kepada arwah sebagaimana layaknya masyarakat Korsel, kecuali dengan doa.

Sajian khas: Songpyeon. Sumber: visitkorea.or.kr

Sedekah juga merupakan ritual wajib Chuseok. Ada rasa bersalah dalam diri masyarakat Korsel jika melihat dan membiarkan keluarga, saudara, tetangga, lansia dalam kondisi kekurangan. Tanpa didaulat dengan aturan agama tertentu karena masyarakat Korsel mayoritas tidak beragama, mereka tetap berbagi untuk keseimbangan dalam kehidupan.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline