By Julianto Simanjuntak**
Ada dua cerita yang ingin saya sharingkan.
Pertama, bulan lalu Penulis kaget menerima telpon dari seorang sahabat saya di sebuah Kota Jawa Tengah. Dia curhat tentang kesusahannya dan menumpahkan rasa marah. Bagaimana tidak, putri sulungnya (sebutlah Dita) mendadak ingin berhenti kuliah. Padahal baru saja Dita masuk kuliah Fakultas kedokteran di sebuah Universitas Negeri ternama di Indonesia. Banyak orangtua bermimpi bisa memasukkan anaknya ke Universitas bergengsi tersebut, apalagi di Fakultas kedokteran. Namun Dita ngotot berhenti kuliah
Alasan Dita tidak masuk akal. Dia memutuskan tidak mau kuliah karena ingin pergi ke Korea dan belajar K-Pop. Memang beberapa bulan terakhir Dita getol mendengarkan musik K-Pop
Ibu dan ayahnya menyarankan, sebaiknya minta ijin cuti dulu dari Kampus. Namun si anak ngotot, tidak mau kuliah lagi. Berhari-hari Dita konflik dengan Ibunya. Demikian juga dengan Ayahnya. Dita tidak bergeming, dia mau pergi ke Korea dan berhenti kuliah. Dia akan tetap memilih berkurung di kamar sampai Ortunya memberi ijin atas kemauannya. Tapi untunglah, akhirnya Dita sadar dan mengurungkan niatnya berhenti kuliah. (Kisah Dita akan saya posting bulan depan, setelah bertemu dengan keluarganya)
****
Kedua, dua minggu lalu seorang mahasiswi kami menceritakan tentang anaknya yang mirip dengan kisah pertama. Sebut saja Dinny (#samaran). Saya kerap bertemu dengan Orangtua Dinny. Beberapa kali bercakap-cakap dengan Dinny. Ketika saya minta Dinny menuliskan pengalamannya, dia dengan senang hati melakukannya.
Tentu ini hanyalah sebuah sebuah pengalaman Dinny, yang tentu saja bisa menimbulkan persepsi berbeda dengan pembaca. Tulisan ini tidak bermaksud menyalahkan satu budaya hiburan, tidak!. Sebab budaya hiburan itu netral, dan semua TERGANTUNG pada konsumen. Sebab banyak juga orang oke-oke saja alias tidak bermasalah mendengarkan musik tsb. Sekali lagi Ini hanya sebuah catatan yang semoga bisa menjadi cermin bagi pembaca.
Tapi tak ada salahnya kita menjadikan kisah Dinny menjadi cermin untuk berjaga-jaga lan waspada
Ini hanya sebuah kesaksian, yang memiliki sisi objektif dan subjektifnya. Namun tentu tidak salah kita belajar dari catatan seorang Putri remaja yang baru berusia 15 tahun. Refleksi saya sendiri ada di bawah tulisan ini. Silahkan pembaca bercermin dari kesaksian Dinny di bawah.
******