Lihat ke Halaman Asli

Simbol Cinta Ayahku

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_146207" align="aligncenter" width="389" caption="Tas jinjing pemberian Bapak, sudah 40 thn masih awet. Doc. Pribadi"][/caption]

By. Julianto Simanjuntak***

Sedikit mundur saat sebelum merantau meninggalkan Kota Medan. Karena tidak punya uang untuk beli koper, maka Bapak memberikan salah satu koper miliknya. Meski agak butut alias tua, itulah koper terbaik yang keluarga kami miliki saat itu. Aku adalah anak ke enam, dan merupakan anak pertama yang merantau keluar dari Medan.

Dalam koper kecil dan tua tadi Mama memasukkan empat pasang pakaian, dan kebutuhan dasar lainnya. Termasuk kitab suci. Sebelum berangkat Bapak memanjatkan doa untuk perjalananku dengan Kapal Tampomas.

Ia sempatkan memberi wejangan terakhir:
“Nak bapak tidak bisa kasi uang yang cukup. Kau bersikeras merantau, berangkatlah. Bapak hanya bisa membagikan ayat ini, pegang baik-baik selama kau merantau:“Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!”

Tulisan Yeremia yang dibacakan Papa tadi sangat meneguhkan niatu merantau. Papa rela memberikan tas terbaiknya. Meski hanya sebuah koper tua. Selin koper itu, Papa juga memberikan tas kesayangan yang biasa dia bawa ke kantor, bermerek Samsonite . Tas itu dibelinya tahun 1970 saat menjadi Kepala Keuangan Polisi. Meski 40 tahun, tas itu masih awet dan sewaktu-waktu masih masih saya gunakan.

Sayang, Tak lama lama sesudah saya menikah, koper itu dimakan rayap. Sedih banget rasanya. Sungguh merasa sangat kehilangan. Namun kenangan akan Koper itu tak pernah hilang dari ingatanku. Koper itu telah menjadi “saksi” kebaikan Tuhan sepanjang hidupku. Koper itu bahkan menjadi terapi bagi saya jika mengalami kekurangan dan pergumulan hidup lainnya. Mengingat koper bisa membuat saya malu saat bersungut.

Untunglah masih tersisa satu tas jinjing kesayangan Ayah. Tas samsonite pemberian Bapak kami masih tersimpan dengan baik. Tas ini saya jadikan simbol kasih Papa. Mengingatkan saya jika sedang mengalami pergumulan, khususnya masalah finansial.

Dengan bermodal koper butut (yang sudah dimakan rayap) tadi, kini Tuhan telah menambahkan banyak berkat lainnya. Pendidikan, istri dan anak-anak, pekerjaan, berkat materi, relasi dan sahabat, hingga pengalaman berkeliling banyak kota dan negara. Hidupku berubah. Cinta dan pengorbanan Papa di atas menjadi modal keberanian beriman, mengandalkan Tuhan.

Nyaris 30 tahun koper butut dan tas jinjing itu telah menjadi saksi bagiku, bahwa Tuhan baik da setia. Sesuai pesan Bapak, saya terus belajar bersandar pada Tuhan dan bukan pada manusia. Kenangan manis dan pahit bersama Papa juga menginspirasi kami menjadi Penulis.

Berkat terbesar lainnya adalah keluarga. Istri dan kedua putra merupakan milik pusaka yang sangat berharga. Melalui merekalah saya dipulihkan dari masa lalu yang buruk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline