Tepat pukul 9:32 pm waktu setempat, dengan kursi kayu dan sebuah tong plastik bekas material chemical saya sempatkan untuk menulis sebuah kisah tentang keluarga Wassink sebagai pemilik Landhuis Tapos di Depok. Sebelum lebih jauh membahas tentang Landhuis Tapos, mari kita telisik sejarah wilayah Tapos terlebih dahulu.
Berdasarkan buku statistik Buitenzorg tahun 1861, diketahui bahwa Tapos masuk ke wilayah kecamatan Cimanggis. Pada saat perubahan status Kota Administratif Depok menjadi Kota Depok tahun 1999.
Kecamatan Cimanggis yang sebelumnya berada di Kabupaten Bogor dimasukkan ke Kota Depok. Pada tahun 2007 Kecamatan Cimanggis dimekarkan dengan dibentuknya Kecamatan Tapos.
Kembali ke Landhuis Tapos, diketahui bahwa Landhuis ini berada dekat dengan kali Cikeas yang menjadi batas antara kota Depok dengan Kabupaten Bogor.
Berdasarkan peta tahun 1901, di dekat landhuis ini terdapat sebuah pabrik penggilingan kopi (koffiepelmolen) yang juga diusahakan oleh keluarga Wassink.
Ini menandakan bahwa kopi yang mulai ditanam pada akhir tahun 1850an sudah menghasilkan. Pabrik kopi ini paling tidak masih beroperasi pada awal tahun 1900an.
Adanya pabrik kopi di Land Tapos ini diduga yang menyebakan nama Tapos kemudian lebih terkenal dibandingkan dengan Land Tjikempoean dan Land Tjilangkap. Topographisch Bureau yang berkantor di Batavia membuat nama lembar (blad) kawasan ini dengan judul Tapos: herzien in het jaar 1900. Dari nama lembar peta inilah kemungkinan besar nama kecamatan diambil sehingga bernama Kecamatan Tapos.
Pengelolaan tanah milik keluarga Wassink sangat rumit, sebagian tanahnya dilelang untuk disewakan kepada keturunan Arab bernama Sjech Oemar bin Joesoep Mangoes dan sebagian dikelola sendiri oleh istri dan anak-anaknya setelah Wassink meninggal tahun 1896.
Landhuis Tapos sendiri dibangun oleh Johannes Marianus Wassink dan tercatat di dalam kantor lelang. Berdasarkan informasi, landhuis ini dapat dicapai dalam waktu 8 - 10 jam dari Batavia.
Letak landhuis Tapos saat ini tidak banyak yang tahu dan memang tidak ada yang ingin tahu. Kecuali bagi "Landhuis Hunter" seperti Reyhan Biadilla.
Namun sampai saat ini saya belum melihat artikel ataupun hasil penelitian kajian ilmiah dari yang bersangkutan. Apa karena masih sibuk dengan usaha barunya atau karena terkendala korona sialan itu. Daripada harus menunggu dan terus menunggu, saya berinisiatif untuk menggalinya sendiri.