Lihat ke Halaman Asli

Julianda Boangmanalu

ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Memahami Obstruction of Justice dalam Perkara Brigadir J

Diperbarui: 10 Agustus 2022   20:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ferdy Sambo saat menghadir panggilan Bareskrim. Foto: Kompas.com

Dalam rangkaian peristiwa kematian Brigadir J, akhirnya Kapolri mengumumkan dalang pembunuhan berencana dibalik kematian korban. Ferdy Sambo dinyatakan sebagai aktor utama dalam kasus kematian Brigadir J. 

Selain itu, Ferdy Sambo juga berupaya merekayasa kasus tersebut seolah-olah Brigadir J tewas akibat aksi tembak menembak dengan Bharada E. Karena diduga Brigadir J melakukan pelecehan terhadap istri Ferdy Sambo.

Akhirnya, peristiwa tersebut terungkap bahwa Ferdy Sambo adalah pihak yang berusaha menutup-nutupi atau mengaburkan peristiwa sehingga menghalangi para penyidik untuk mengungkap kasus tersebut. Dalam istilah hukum pidana dikenal dengan Obstruction of Justice.

Istilah Obstruction of Justice berasal dari istilah hukum Anglo Saxon yang dalam hukum pidana Indonesia dikenal dengan sebutan "tindak pidana menghalangi proses hukum".

Dalam Balck's Law Dictionary menjelaskan bahwa Obstruction of Justice merupakan segala bentuk intervensi kepada seluruh proses hukum dan keadilan dari awal hingga proses itu selesai.

Dalam kasus kematian Brigadir J, Ferdy Sambo dinyatakan oleh Kapolri sebagai pihak yang melakukan intervensi untuk menutupi atau merekayasa kematian korban. 

Bentuk intervensi yang dilakukan bisa dalam bentuk memberikan keterangan palsu, menyembunyikan bukti-bukti, ataupun mengintimidasi para saksi.

Istilah Obstruction of Justice dikenal dalam tindak pidana korupsi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 21 dan Pasal 22 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 21 berbunyi "setiap orang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa atau para saksi dalam perkara korupsi...".

Selanjutnya, Pasal 22 berbunyi "Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar...".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline