Bertepatan pada hari Kamis, 30 Juni 2022, di Gedung Senayan Jakarta, dilangsungkannya rapat paripurna ke-26 masa persidangan V tahun sidang 2021-2022, telah disahkan tiga RUU tentang pembentukan provinsi baru di Papua. Yakni, RUU Pembentukan Provinsi Papua Selatan, RUU Pembentukan Provinsi Papua Tengah, dan RUU Pembentukan Provinsi Papua Pegunungan disahkan menjadi UU.
Dilansir dari laman resmi DPR RI, sebagaimana disampaikan oleh Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, bahwa tujuan pemekaran Papua adalah untuk percepatan pemerataan pembangunan, mempercepat peningkatan pelayanan publik, memperepat kesejahteraan masyarakat dan mengangkat harkat derajat orang asli papua.
Dengan memperhatikan aspek politik, administratif, hukum, kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur dasar, kemampuan ekonomi, perkembangan masa yang akan datang, dan aspirasi masyarakat Papua.
Terlepas dari tujuan tersebut, pemekaran terhadap suatau wilayah tidak akan pernah lepas dari kepentingan politik yang menyertainya. Alih-alih untuk pemerataan dan kemakmuran pemekaran dapat terlaksana disebabkan adanya kepentingan politik yang mendasarinya.
Terkait pemekaran tiga provinsi di wilayah Papua, menarik untuk dikaji, apa sebenarnya yang menjadi pertimbangan politisnya. Mengingat, saat ini di tanah Papua sedang terjadi konflik wilayah. Dimana, di wilayah Papua Barat terjadi konflik untuk memerdekakan diri dari NKRI.
Selain dari pada itu, sebagian Orang Asli Papua (OAP) menolak dan keberatan terhadap pemekaran ini. Hal ini dapat dilihat dalam rilis oleh Petrus Pit Supardi di Kompasiana dengan judul "Pemekaran Tiga Provinsi di Papua dan Bahaya Kepunahan OAP".
Ia menyatakan bahwa sebagia OAP menolak terhadap pemekaran di tiga provinsi tersebut. Ia juga mempertanyakan bahwa pemekaran tersebut untuk kepentingan siapa? Dan, Ia juga mengkhawatirkan tentang OAP tidak mendapatkan apa-apa dari pemekaran tersebut.
Seiring dengan hal itu, dilansir dari laman suara.com, bahwa dari hasil penelitian LIPI, menyebutkan bahwa masih ada empat akar masalah yang hingga saat ini masih dijumpai di Papua yang memicu konflik terus berkepanjangan. Yaitu, diskriminasi dan rasialisme, pembangunan di Papua yang belum mengangkat kesejahteraan, pelanggaran HAM, serta soal status dan sejarah politik di Papua.
Upaya Meredam Konflik
Pada dasarnya, pemekaran suatu wilayah baik provinsi, kabupaten, kota bahkan desa, dibenarkan secara aturan. Hanya saja untuk melakukan pemekaran tersebut, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, baik persyaratan dasar maupun persyaratan administratif. Lengkapnya, persyaratan tersebut dapat dilihat pada ketentuan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daearh.