Hari rabu kemarin ikut memeriahkan Gelora Bung Karno dengan teriak dan semangat bersama Timnas Indonesia melawan Malaysia dalam penyisihan group Piala AFF. Banyak bintang muda dan baru muncul, wajar demi pencapaian baru, diperlukan pembaharuan dan memang harusnya dilakukan oleh yang baru (muda). Bukan itu saja, ada cerita lain tentang beberapa pemain naturalisasi. Individu yang banyak menjadi perbicangan tentu saja Irfan, masih muda, berbakat, berparas tampan dan digandrungi para wanita muda, ibu-ibu sampai pembantu rumah tangga. Pernah berguru sepak bola di SSB yang melahirkan banyak bintang diliga-liga eropa menjadi nilai lebihnya. Jadi bukan hanya tim liga-liga eropa saja yang merasakan service SSB Ajax belanda itu, Indonesia pun sudah bisa mencicipinya. Padahal baru beberapa minggu yang lalu, beragam nada minor tentang pemain naturalisasi asal belanda itu, saat dikatakan bahwa berangkatnya ke Indonesia hanyalah perlarian seorang 'pecundang' karena tidak mendapatkan tempat di negara asalnya. Ingatlah, seorang pemain besar tak butuh dibesar-besarkan. Tapi sekarang siapa yang meragukan kemampuannya sekarang, dibuktikan dengan permainan cantiknya bersama pemain naturalisasi lainnya. Apalagi tak berlebihan kalau dikatakan Irfan sudah menjadi selebritis bangsa ini, diliput di beberapa infotaiment dan melonjakn jumlah followernya kini sudah mencapai angka 120.000an 'pengikut'. Bisa dibilang ia sangat sukses untuk ukuran pemain yang baru memulai debutnya di Timas Indoensia , tapi begitulah ketika bicara kualitas, pemain senior saja bisa kalah pamor. Jadi begini, bisa saja benar Irfan "tidak tepakai" di negara kelahirannya dan bisa menjadi bintang besar dinegara kita, bukankah kontras terlihat, memang kualitas permainan negara kita selama ini terlalu jauh dibawah, sehingga dengan kedatangan satu 'pecundang' kita bisa bermain begitu hebat. Mungkin bisa saja begitu atau malah mungkin selama ini opini kita terlalu melemahkan hal-hal disekitar kita. Silahkan saja anda bebas berpendapat apapun. Jelas itu yang selama ini kita lakukan, tapi celakanya, terkadang gaya orang Indonesia dengan pendapatnya cenderung untuk menilai daripada memahami. Semakin hari kita digiring pada ranah opini bukan fakta. terima kasih sumber gambar : disini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H