Lihat ke Halaman Asli

Hidup Bagaikan Roda yang Berputar, Benarkah?

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup bagaikan Roda

[caption id="" align="alignleft" width="511" caption="Hidup bagaikan Roda"][/caption] Di dalam kehidupan  benar memang banyak lika-liku yang harus kita jalani sebagai suatu proses hidup menuju kedewasaan. Terkadang proses yang harus kita lalui membuat kita depresi dan membuat kita terjatuh begitu dalamnya, namun harapanya keadaan demikian membuat kita lebih bersemangat untuk maju kedepan, menatap masa depan yang lebih cerah, bukankah pendaki gunung sesekali melewati lembah untuk menuju puncak tertinggi?

Ada berkata hidup bagaikan roda yang berputar, jika boleh saya mengatakan perumpamaan ini harus di ubah, mengapa demikian? Apakah ketika anda jatuh anda kembali pada titik sebelum  memulai usaha tersebut? Pasti tidak. Ketika anda jatuh anda akan berada diatas kejatuhan sebelumnya artinya anda tak akan pernah berada pada posisi yang sama. Sebagai contoh seorang rekan saya yang beberapa kali mengalami kegagalan, pada saat usianya 20 tahun dia merintis sebuah bisnis multi level marketing dan berakhir dengan kegagalan pada usianya 21 tahun. Ketika dia mengalami kegagalan atau jatuh, dia tak akan kembali kepada fase awal pada saat umur 20 tahun dia. Setidaknya dalam 1 tahun tersebut dia punya bekal (pengalaman bisnis) untuk kehidupan bisnis selanjutnya.

Roda yang berputar akan kembali kepada dasar dimana dia pertama kali berada, artinya tidak akan ada membawa manfaat selama dia mengalami kegagalan. Hal ini lah yang membuat beberapa orang mengaggap kegagalan itu sebagai suatu hal yang sangat luar bisa besar. Seharusnya kegagalan di pandang sebagai proses hidup yang semua orang pasti pernah mengalaminya, dan kegagalan membawa keberhasilan jika kita menikmatinya dan menjadikannya sebagai motivator.

Seperti apa yang saya singgung diatas bukankah pendaki gunung sesekali melewati lembah untuk menuju puncak tertinggi? Jika saya boleh menyarankan sebenarnya "Hidup bagaikan pendaki gunung" terkadang naik dan terkadang turun kelembah hingga pada akhirnya berada pada puncaknya. Dari filosofi ini dapat dikatakan bahwa seorang pendaki akan mengalami rintangan menuju puncak gunung yaitu lembah-lembah namun tentunya lembah tersebut tidak serendah kaki gunung (dasar) dan pada akhirnya menuju puncak tertinggi dari rintangan-rintangan yang ada.

Mulai sekarang ubahlah persepsi anda ketika anda mengalami kegagalan, jangan katakan anda lagi berada pada dasar roda, tapi anda berada pada lembah pegunungan dan anda ingin menuju puncak tertinggi gunung kehidupan anda.

Note : Terinspirasi dari kegagalan saya.

Salam

Julian Cholse

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline