Lihat ke Halaman Asli

Regulasi Pasar Modal Syariah di Indonesia

Diperbarui: 27 Februari 2017   22:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Perkembangan perbankan syariah yang telah dapat momentum sejak 1970-an, secara umum mengambil dua pola. Pertama, mendirikan bank syariah berdampingan dengan bank konvensional (dual banking system)seperti kasus di Mesir, Malaysia, dan Indonesia. Kedua, merestrukturisasi sisitem perbankan secara keseluruhan sesuai dengan syariat islam(full fledged Islamic financial system) seperti kasus Sudan, Iran, Pakistan. Peranan regulasi menjadi titik kritis terpenting dalam kedua kasus tersebut. 

Seluruh inisiasi awal perbankan syariah dimulai dengan dukungan regulasi yang memadai. Perkembangan pesat perbankan syariah di Indonesia saat ini juga tidak bisa dilepaskan dari dukungan regulasi. Kehadiran bank syariah pertama, Bank Muamalat Indonesia, pada 1992, terjadi berkat dukungan UU Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. 

Perkembangan perbankan syariah secara pesat sejak 1999 juga merupakan hasil dari dukungan regulasi yang memadai yaitu UU Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan UU Nomor 7 tahun 1992 dan UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang kemudian diperkuat oleh UU Nomor 3 tahun 2004, telah disahkan sehingga Indonesia secara resmi memiliki regulasi perbankan syariah yaitu UU Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah.

UU Perbankan Syariah sebagai regulasi terhadap perbankan syariah memiliki banyak argumentasi. Rasionalitas utama adalah pertimbangan sistemik, kegagalan sebuah bank akan berimplikasi luas pada stabilitas sistem keuangan dan perekonomian secara keseluruhan. UU Perbankan syariah juga diharapkan dapat menjamin kepatuhan perbankan syariah terhadap prinsip-prinsip syariah dalam operasionalnya dan dapat memuluskan langkah perbankan syariah nasional di pasar antar bank internasional. 

Perbankan syariah nasional dituntut untuk menerapkan standar regulasi perbankan internasional untuk berkiprah ditingkat internasional. Namun regulai yang berlebihan dapat meningkatkan biaya kepatuhan serta menghambat inovasi dan kreativitas. Hal ini mengingat bahwa industri perbankan syariah masih kecil dan sangat membutuhkan pertumbuhan yang signifikan.[1]

    • Kerangka Regulasi Perbankan Syariah Indonesia
  • Jejak rekam regulasi terhadap perbankan syariah nasional selama ini sudah positif. Tonggak sejarah penting dari kerangka regulasi perbankan syariah dimulai pada tahun 1990 dengan diselenggarakannya simposium MUI yang menyepakati pendirian bank syariah di Indonesia. Simposium MUI ini mendorong lahirnya UU Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan yang memperkenalkan “bank bagi hasil”. MUI adalah organisasi perkumpulan ulama yang berasal dari berbagai organisasi Islam di Indonesia yang berstatussebagai organisasi non-pemerintah[2]. Dengan aturan pelaksana PP Nomor 72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil, maka lahirlah bank syariah pertama di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia di tahun 1992.
    • Kerangka regulasi untuk perbankan syariah harus mengkomodasi karakter dasar perbankan syariah dengan mengatur semua lembaga intermediasi keuangan. Regulasi untuk perbankan syariah adalah tantangan bagi otoritas agar dapat memahami dan menyeimbangkan antara pengawasan yang efektif dan memfasilitasi industri untuk lefel playing field, infrastruktur yang efektif, berfungsinya pasar dan penetrasi ke pasar global.struktur syariah governance di Indonesia mengakui adanya dua level pengawasan syariah. Level pengawasan pertama adalah dewan syariah pada level nasional yang biasa disebut sebagai Dewan Syariah Nasional (DSN), dan kedua adalah dewan syariah pada level perusahaan yang disebut Dewan Pengawas Syariah(DPS). Kedua lembaga tersebut disebutkan secara jelas dalam UU No.21 tahun 2008 dan PBI No.6/24/PBI/2004. DSN adalah lembaga yang dibentuk oleh MUI yang mempunyai fungsi melaksanakan tugas-tugas MUI dalam mengenai masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas keuangan syariah
    • Rasionalitas Undang-Undang Perbankan Syariah
    • Rasionalitas utama dari regulasi terhadap perbankan adalah alasan sistematik,

Sebagai bagian integral dari proses regulasi, perbankan syariah adalah pengembangan infrastruktur pasar keuangan syariah untuk menjamin keberlanjutan dan berfungsinya perbankan syariah. Fokus dari usaha ini adalah dengan membangun instrumen syariah yang efektif untuk memfasilitasi pengelolaan dana perbankan syariah di pasar modal. Keberadaan UU Perbankan syariahdiharapkan tidak hanya sekedar mempercepat perkembangan syariah sebagai alternatif, namun lebih dari itu menjadikan perbankan syariah sebagai solusi bagi perekonomian yang kuat dan dinamis. 

Dari naskah RUU PS April 2008, RUU PS usulan DPR terdiri dari 15 bab dan 75 pasal. Secara umum dapat dipilahkedalam empat kelompok besar: [1] regulasi terhadap operasional perbankan syariah dan kegiatan usaha yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah; [2] regulasi terhadap infrastruktur yang dibutuhkan perbankan syariah; [3] regulasi terhadap perbankan syariah sebagai bagian dari sistem perbankan dan keuangan nasional; [4] regulasi terhadap tata kelola dan disiplin pasar syariah.[3]

    • Pasar Modal Syariah

Perkembangan pasar modal syariah saat ini ditandai dengan maraknya perusahaan yang listing di Jakarta Islamic Index. Kinerja saham syariah mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Pada tahun 2005 merupakan tahun internalisasi bagi bapepam dalam pengembangan pasar modal syariah. Internalisasi  ini dilakukan guna membangun kerangka pengembangan yang komprehensif. Dua strategi utama telah ditetapkan dalam rangka mencapai sasaran tersebut. Pertama, mengembangkan kerangka hukum yang dapat memfasilitasi pengembangan pasar modal syariah. Kedua, mendorong pengembangan produk pasar modal berbasis syariah. Pengembangan pasar modal syariah ini diharapkan menjadi bagian dari pengembangan suatu sistem keuangan syariah yang menyeluruh hingga dapat mendukung terciptanya konsep Dual Financial System.

Perkembangan pasar modal ini, tentu saja akan memberikan dampak positif bagi bank syariah. Karena pengembangan perbankan syariah juga membutuhkan kelengkapan dan kokohnya industri keuangan syariah untuk dapat beraliansi secara strategis. Bank syariah juga berpeluang untuk memanfaatkan pertumbuhan asuransi syariah dengan menjalin aliansi strategis

[4]. Adanya sinergi antara dua industri keuangan-asuransi yang mengeluarkan produk bancassurance dan bank yang memasarkan produk tentu akan menguntungkan kedua belah pihak, sehingga berpeluang meningkatkan pendapatan premi. Sedangkan, perbankan berpeluang memperbesar free basedincome. Kita membutuhkan lebih banyak lagi dukungan regulasi yang progresif, visioner, dan berbasis pasar. Hal ini menjadi semakin krusial mengingat persaingan global yang semakin sengit. Inisiatif yang dibutuhkan perbankan syariah kini untuk kasus indonesia adalah upaya atau insentif dan keberpihakan untuk membesarkan size dan jaringan perbankan syariah dalam rangka mencapaicriticalmass

DAFTAR PUSTAKA

  • Yusuf wibisono, Regulasi industri perbankan syariah,(jakarta: pustaka 2009)
  • Muhammad arif, Perbankan Syariah;prinsip; Praktik dan Prospek,(Jakarta:Serambi 2003)
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline