Lihat ke Halaman Asli

Peran MUI Sumut Dalam Menyikapi Persoalan Vaksin Umat di Tengah Pandemi

Diperbarui: 29 Maret 2021   13:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Oleh : Kelompok Mahasiswa UINSU Magang MUI SUMUT 

Dimasa pandemi saat ini masyarakat dibuat bingung dengan isu-isu yang beredar tentang asumsi seputar vaksin yang katanya berbahaya buat kesehatan tubuh, sehingga membuat masyarakat takut untuk di vaksin.

Oleh karena itu pihak MUI telah memutuskan bahwa vaksin yang masih aman untuk digunakan yaitu vaksin Sinovac, dimana didalam vaksin tersebut tidak mengandung bahan yang berbahaya dan juga masih dalam batas aman. Hal itu juga dibuktikan dengan sudah banyaknya orang yang di vaksin Sinovac namun tidak mengalami gejala apa pun yang berakibat fatal buat kesehatan mereka.

Namun dikarenakan vaksin Sinovac sudah tidak di produksi lagi dan vaksin yang beredar juga tinggal sedikit yang masih tersisa, sehingga pemerintah mengeluarkan vaksin baru yang bernama vaksin Astrazeneca yang di produksi oleh SK. Biosecience Co. LTD. Korea. 

Vaksin tersebut menurut penelitian terbukti mengandung babi karena menurut hasil Kajian Dokumen yang Dilakukan LPPOM MUI pada tahap penyiapan inang virus untuk vaksin tersebut terdapat penggunaan bahan dari babi berupa tripsin yang berasal dari pangkreas babi. Bahan ini digunakan untuk memisahkan sel inang dari microcarrier-nya. 

Sehingga pada kesimpulan Hasil Kajian tersebut LPPOM MUI menjelaskan bahwa berdasarkan Fatwa MUI, penggunaan bahan asal babi pada tahap proses produksi mana pun tidak diperbolehkan.

Kemudian MUI telah mengeluarkan Fatwa Nomor: 14 Tahun 2021 tentang Hukum Menggunakan Vaksin Covid-19 produk Astrazeneca yang isinya: Vaksin Covid-19 produk Astrazeneca hukumnya haram karena dalam tahap proses produksinya memanfaatkan tripsin yang berasal dari babi.

Penggunaan Vaksin covid-19 produk Astrazeneca dibolehkan digunakan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi diantaranya ialah: Ada kondisi kebutuhan mendesak (hajah syar'iyyah) yang menduduki kondisi darurat syar'iyyah (dharurah syar'iyyah), kemudian Adanya keterangan dari ahli yang kompeten dan terpercaya tentang adanya bahaya (resiko fatal) jika tidak segera dilakukan Vaksinasi Covid-19, Ketersediaan Vaksin Covid-19 yang halal dan suci tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 guna ikhtiar mewujudkan kekebalan kelompok (herd immunity), Adanya jaminan keamanan penggunaanya oleh pemerintah. Dan pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis Vaksin Covid-19 mengingat keterbatasan vaksin yang tersedia.

Jika diantara syarat-syarat tersebut ada yang tidak terpenuhi maka tidak diperbolehkan memakai vaksin tersebut. Dan pemerintah pun wajib harus terus mengikhtiarkan ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci, agar umat islam juga dapat berpartisipasi dalam program vaksinasi covid-19 yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk mewujudkan kekebalan tubuh dan terbebas dari wabah Covid-19.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline