Lihat ke Halaman Asli

Ransel Coklat Kesayanganku

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ransel Coklat Kesayanganku

Sobat, aku akan bercerita tentang hal sepele dan menyebalkan yang ku alami –entah karena kesalahanku atau kesalahan orang lain- ketika aku pulang kampung beberapa waktu yang lalu.

Kala itu hari Kamis, jam menunjukkan pukul 3 sore pelajaran vocabulary dengan Ibu Rahma sudah selesai. Aku harus bergegas ke bandara supaya tidak terlambat dan ketinggalan pesawat. Hari itu juga pesawatku dijadwalkan akan take off jam 7.30. Setidaknya aku harus sampai disana sejam sebelumnya untuk check in. Sejak tadi pagi aku sudah menyiapkan barang-barang yang akan ku bawa pulang kampung dalam sebuah ransel berwarna coklat yang biasa ku pakai ke kampus sebagai tempat buku-buku tebal yang dipelajari setiap hari.

Dengan bergegas setelah menunaikan shalat Ashar, aku keluar dari gedung LBI UI dan menyetop angkot M 01 arah Senen. Aku berniat untuk membeli sedikit buah tangan untuk saudaraku di kampung nanti. Ku lirik jam tangan murah yang aku beli di Pasar Senen beberapa hari sebelumnya (karena living allowance yang sudah sangat menipis di tengah kewajiban pulang kampung dan kebutuhan akan jam tangan untuk menggantikan jam tanganku sebelumnya yang rusak –mungkin karena sudah sangat tua-), jam sudah menunjukkan pukul 4. Aku harus menyegerakan membeli oleh-oleh jika tidak ingin terlambat sampai di Bandara. Kuputuskan membeli Dodol Garut di swalayan terdekat saja biar cepat dan praktis. Biasanya saudara-saudaraku atau tetangga-tetanggaku yang baru pulang dari kota Jakarta selalu membawa oleh-oleh Dodol Garut. Padahal dari namanya saja bukan berasal dari Jakarta melainkan Garut, Jawa Barat. Namun bagi penduduk di kampungku nun di Sumatra bagian Utara sana, asal yang namanya menyeberangi selat Sunda adalah Jakarta. Mereka tidak akan peduli dengan pembagian-pembagian administrative kota, kabupaten atau provinsi yang membedakan daerah-daerah di Indonesia, pokoknya setelah menyeberangi selat Sunda maka akan sampai di Jakarta sampai titik yang tidak berujung.

Selesai membeli oleh-oleh secukupnya (secukup uangnya), aku bergegas keluar dari swalayanitu. Tiba-tiba aku teringat bahwa aku belum memiliki baju yang cocok untuk dipakai pada hari istimewa yang mewajibkanku pulang kampung kali ini. Aku tidak mau mempermalukan diriku dan keluargaku dengan memakai pakaian yang tidak sesuai dengan tema acara yang harus ku hadiri. Walau dengan kondisi keuangan yang sangat minim (karena living allowance baru keluar dua hari lagi), aku memaksakan diri untuk membeli sebuah baju di Atrium Senen. Aku melihat sebuah baju yang cukup pantas untuk kupakai pada acara itu. Aku lihat banderol baju itu dan ku bayangkan berapa uang yang masih tersedia di dompetku. Akhirnya setelah kuhitung dalam hati, aku memutuskan membeli baju itu. Kemudian aku menuju pintu keluar gedung itu dan mencari bajaj yang bisa mengantarkanku ke pool Damri –angkutan resmi bandara- di Stasiun Gambir. Aku membawa tas ransel coklat kesayanganku, tas hijau muda souvenir yang kudapat dari UK education fair serta kotak yang berisi oleh-oleh.

Aku lega karena aku sudah sampai di Stasiun Gambir tepat jam 5, dengan asumsi jika jarak tempuh normal Gambir-Bandara Soetta hanya 1-2 jam, berarti aku akan sampai di bandara pukul 6 atau 7. Dengan demikian aku tidak terlambat (terlambat sampai di bandara merupakan suatu hal yang sangat traumatis buatku karena aku pernah mengantar adikku ke bandara dan telah lima menit saja pihak maskapai tidak mentolerir serta menyuruh adikku untuk mengundur keberangkatannya pada penerbangan berikutnya dengan konsekwensi kena charge 25%-50% dari harga tiket yang kita miliki atau bahkan membeli tiket baru). Aku tidak menginginkan ini terjadi padaku bukan hanya karena merupakan pesawat terakhir hari ini tapi juga karena aku sudah tidak memiliki uang untuk hal yang di luar prosedural.

Aku menikmati perjalanan Gambir-Bandara yang lumayan lancar sore itu. Tak terasa aku sudah sampai di Terminal 1B Bandara Soetta pada pukul 6.30. aku masih punya waktu yang cukup untuk check in. Aku memasukkan kotak oleh-oleh dan ransel coklat kesayanganku ke dalam bagasi pesawat, karena aku memikirkan supaya tidak repot masuk ke kabin pesawat. Beratnya lumayan juga buat di tenteng ke kabin pesawat, 7Kg. Aku tidak mau mempersulit diri menenteng barang bawaan ke kabin pesawat sementara kondisi tubuh yang sudah mulai kelelahan setelah seharian kuliah dari jam 8 pagi. Ku pasrahkan barang-barang bawaanku –termasuk ransel coklat tersayang- berjalan sendiri di atas belt conveyor ke bagasi pesawat.

Sambil menunggu take off, aku menyempatkan diri untuk shalat Magrib di Mushalla ruang tunggu bandara. Mumpung masih ada sedikit waktu untuk melaksanakan shalat. Menurutku lebih tenang berangkat setelah menunaikan kewajiban kepada Tuhan terlebih dahulu. Apapun yang terjadi dalam perjalanan nanti, ku serahkan pada Tuhan. Aku berangkat dengan langkah ringan.

Perjalanan Jakarta-Padang ditempuh dengan 1 jam 40 menit. Untungnya keberangkataku kali ini tepat waktu, sehingga perkiraan aku akan sampai di Bandara Internasional Minangkabau (BIM) Padang pukul 9.10pm Sepertinya pesawat yang aku tumpangi adalah pesawat terakhir yang mendarat di BIM Padang hari ini. Aku tidak akan dijemput oleh sesiapa di BIM, jadi aku akan naik Damri lagi dari bandara ke rumah –rumah sekaligus sekolah tempatku mengajar sebelum berangkat ke Jakarta- di jantung Kota Padang, untuk kemudian besoknya aku lanjutkan perjalanan menuju kampung orang tuaku di ujung selatan Sumatera Utara kira-kira 6 jam perjalanan dengan Bis Antar Kota Antar Provinsi ALS dari Padang. Aku membayangkan akan sampai di rumah jam 10.30 malam, aku masih memiliki waktu yang sangat cukup untuk beristirahat sebelum besok subuh melanjutkan perjalanan yang cukup melelahkan.

“Para penumpang yang terhormat, selamat datang di Kota Padang, sesaat lagi kita akan mendarat di Bandara Internasional Minangkabau Padang. Kami minta anda untuk kembali ke kursi anda, kencangkan sabuk pengaman dan tegakkan sandaran kursi anda. Waktu menunjukkan pukul 9.10pm tidak ada perbedaan waktu antara Jakarta dan Padang”.

Syukur Alhamdulillah, akhirnya aku sampai di Kota Padang dengan selamat. Aku bersiap-siap untuk turun dari kabin pesawat. Kebetulan aku dapat nomor kursi yang tidak terlalu jauh dari pintu keluar, jadi aku tidak perlu mengantri lama untuk keluar dari kabin pesawat. Aku sudah tidak sabar ingin segera sampai di rumah dan beristirahat. Seluruh tubuhku sangat lelah. Namun aku harus tetap mengantri untuk mengambil bagasi terlebih dahulu. Dengan sabar aku menunggu ransel coklatku dan kotak oleh-oleh yang aku titipkan di bagasi pesawat tadi. Lima menit berlalu conveyor terus berjalan, namun tidak ada tanda-tanda ransel coklatku di pengangkut barang berjalan itu. Aku masih dengan sabar menunggu, mungkin barang-barangku diletakkan paling belakang. Setelah lama menunggu, tiba-tiba conveyor itu berhenti berjalan. Namun ransel coklatku tak kunjung terlihat. Aku mulai tidak sabar, dan segera mencari petugas dan menanyakan barang-barangku. Petugas itu mengajakku ke bagian belakang gedung bandara dan menyodorkan beberapa tas ransel yang entah milik siapa. Aku tidak menemukan punya ku di antara barang-barang yang dia tunjukkan. Aku mulai geram karena kelambanan petugas mengurus masalahku. Akhirnya setelah menunggu lebih dari dua puluh menit, si petugas mohon maaf dan memintaku menandatangani laporan kehilangan bagasi dan akan ditindaklanjuti besoknya, ini mungkin terjadi kesalahan dalam pengangkutan barang-barang di Bandara Soetta tadi. Aku tiba-tiba mual mendengar penjelasan petugas itu. Rasa lelah dan marah hampir tidak bisa ku tahan lagi, namun aku tiba-tiba sadar tidak ada gunanya aku marah-marah sama petugas itu sementara barang-barangku tetap tidak ketemu.

Aku segera menandatangani pengaduan bagasi hilang dan bergegas ke luar gedung menuju bus Damri terakhir. Sialnya, aku ketinggalan bis, baru saja bis Damri terakhir berangkat, aku hanya dapat memandangi punggung bis dengan perasaan tak bercampur aduk. Sungguh aku merasa kesialan demi kesialan menghampiriku beberapa jam ini. Aku semakin mual dan pandanganku berkunang-kunang. Aku menyadari bahwa aku belum sempat makan malam. Makan terakhirku tadi jam 12 di kampus ketika istirahat siang. Aku mengutuki diriku, kenapa bisa aku lupa makan di Jakarta tadi. Pandanganku mulai menyapu sekeliling bandara, siapa tahu masih ada yang berjualan makanan. Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Hasilnya nihil. aku mulai cemas, apa yang akan kulakukan selanjutnya. Aku coba mendekati taxi yang sejak tadi menawarkanku tumpangan, aku Tanya berapa ongkos ke daerah ku (taxi di Padang harus ditawar dulu sebelum naik, kalau tidak kita akan di paksa bayar sesuai dengan keinginan mereka). Tanpa kasihan si sopir taxi menjawab 250 ribu. Ya Tuhan, aku seperti mau pingsan mendengarkannya. Padahal biasanya naik taxi ke bandara dari tempatku hanya 80-100 ribu. Sopir taxi ini sepertinya memanfaatkan keadaan, saat itu sudah tidak ada angkutan umum lain selain taxi. Aku bingung, jika aku naik taxi dengan ongkos sedemikian mahal, aku tidak akan punya uang lagi buat ongkos ke kampung halamanku besok pagi. Duh, kondisi yang sangat sulit buatku.

Dalam kebingunganku tiba-tiba seorang remaja tanggung mendekatiku dan bertanya “Uni, mau kemana?” lalu ku jawab “Mau ke Lolong!” Kemudian dia membalas “Mari saya antar pakai ojeg, Uni bayar berapa saja”.Melihat aku bimbang, lantas pemuda itu berkata lagi “Uni tidak usah khawatir, saya tukang ojeg biasa mangkal di sini. Saya akan antarkan Uni ke tujuan dengan selamat.” Aku putuskan menerima tawaran tukang ojeg itu sembari berdoa semoga Tuhan menjagaku.

*****

Epilog

Sampai hari ini, 3 bulan setelah kepulangan ku ke kampung halaman itu, ransel coklat kesayanganku tidak ditemukan oleh pihak maskapai penerbangan. Entah dimana keberadaannya sekarang..

Wallohu a'lam….




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline