Industri kreatif merupakan salah satu faktor yang menjadi penggerak perekonomian nasional. Industri kreatif Indonesia semakin berkembang dan diminati pasar global. Berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, industri Kuliner, Fashion dan Kerajinan memiliki kontribusi besar pada Produk Domestik Bruto (PDB) nasional Indonesia.
Subsektor dalam industri kreatif meliputi beberapa bidang, antara lain: periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, fashion, video film, dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer, televisi dan radio, serta riset dan pengembangan. Komik dan film animasi adalah dua contoh industri kreatif yang termasuk kedalam kategori desain, penerbitan, dan film yang sudah tidak asing didengar di dalam maupun luar negeri.
Adapula bidang industri kreatif lainnya yang memiliki hubungan erat dengan dunia, perkomikan yakni industri animasi. Selain itu, animasi adalah bagian dari perfilman, sehingga seluruh prinsip pembuatannya bisa diterapkan. Industri yang sudah berjalan 5 tahun semenjak berdirinya pada tahun 2010 ini, menunjukkan perkembangannya dengan berfokus kepada pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan dan pembinaan mengenai pemanfaatan limbah yang diolah menjadi produk kerajinan tangan.
Di tengah perkembangannya, sentra industri ini sempat mengalami kendala dari jumlah penjualan yang cenderung fluktuatif yang disebabkan oleh desain produk yang dibuat belum memenuhi kriteria dan selera pasar, juga kapasitas sumber daya manusia yang belum memadai untuk menghasilkan produk dengan pesanan yang cukup besar.
Ditengah harapan terciptanya industri kreatif nasional yang mumpuni dan mampu menjadi industri besar, kendala itu muncul secara internal di kalangan industri kreatif itu sendiri serta faktor eksternal yang terkait dengan keberadaan industri kreatif.
Secara internal faktor utama yang menghambat industri kreatif ini adalah kemampuan manajemen di industri tersebut yang masih bersifat 'tradisional'. Manajemen disini tidak hanya terkait manajemen usaha, termasuk didalamnya pengadaan bahan baku, produksi, distribusi hingga marketing. Satu hal yang perlu disoroti didalam industri ini adalah kelemahan manajemen keuangan, dimana sistem keuangan di industri kreatif masih bersifat 'kekeluargaan' yang berdampak pada kesulitan pengaturan cash flow keuangan hingga kesulitan meraih keuntungan secara maksimal karena terhambat manajemen keuangan yang buruk.
Kondisi ini berdampak secara eksternal berupa keengganan pihak perbankan untuk memberikan pinjaman atau kredit kepada industri kreatif dalam skala besar. Hal ini dimungkinkan pihak perbankan melihat kemampuan keuangan dan sistem keuangan industri kreatif yang lemah sehingga menyulitkan pihak perbankan untuk menyetujui permohonan kredit dari para pengusaha industri kreatif.
Tantangan
Sejak beberapa tahun terakhir ini, dimana pemerintah mulai menyadari pentingnya peran sektor industri ekonomi kreatif terhadap pertumbuhan perekonomian bangsa, pemerintah secara perlahan mulau membuat rencana serta visi dan misi mengenai tujuan dan pencapaian industri ekonomi kreatif Indonesia yang lebih maksimal. Pemerintah kemudian memperhatikan tantangan yang dimiliki ekonomi kreatif bangsa, terutama di dalam persaingan pasar global. Berdasarkan pernyataan Setyowati (2018) pada November 2018 dalam pertemuan The World Conference on Creative Economy (WCCE), sebuah pertemuan yang membahas perkembangan industri kreatif dunia yang diadakan di Nusa Dua, Bali serta mengundang banyak pelaku industri kreatif luar, Badan Ekonomi Kreatif (Bekref) yang diwakili oleh ketuanya yaitu Triawan Munaf, mengangkat 5 tantangan yang dihadapi ekonomi kreatif Indonesia dalam pasar global.
Tantangan pertama ekonomi kreatif Indonesia yang diangkat oleh Bekref adalah tantangan ekosistem. Tantang ekosistem disini mengarah pada masih minimnya keanekaragaman sektor indsutri kreatif yang ada di Indonesia. Selain sektor industri kreatif itu sendiri, bangsa kita juga masih dianggap kekurangan pelaku pekerja di bidang ini. Masih rendahnya akngka SDM yang memiliki kemampuan yang memadai menyebabkan sempitnya orang-orang yang terlibat dalam ekosistem ini.
Tantangan ke dua yang dihadapi adalah tantangan kohesi sosial. Kohesi sosial dalam ekosisem ekonomi kreatif bangsa kita masih terbilang lemah. Didalam ekosistem yang kecil juga pelaku yang masih sedikit, keterikatan antara satu sektor industri kreatif dengan sektor lainnya masih terasa lemah. Ekosistem kita masih belum mampu menciptakan kohesi yang kuat dimana masing-masing sektor industri kreatif belum bisa memberikan pengaruh pada sektor industri lainnya. Padahal apabila kohesi sosial dalam ekosistem ekonomi kreatif kita diperkuat, bukan tidak mungkin ekonomi kreatif kita akan berkembang jauh lebih pesat.