Lihat ke Halaman Asli

Jangan Main-main dengan Haji

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="foto dok: julaeha"][/caption] Aku bermimpi, punya sayap dan terbang tinggi melintas cakrawala menembus awan kemudian hinggap di sebuah pohon yang teduh, seperti seekor burung. Mimpi itu kuceritakan pada sahabatku yang ku kenal bijak, Ia berkata bahwa aku sebagai manusia akan diberi kenaikan derajat oleh Allah, seperti naik kelas dari kelas rendah ke kelas yang lebih tinggi, percaya tak percaya bagaimana mungkin aku bisa naik kelas menjadi manusia yang baik, aku ini orang yang tak fanatik, awam dalam beragama, manusia yang biasa saja. Namun kesempatan "naik kelas" itu datang, ketika aku baru saja menyelesaikan tugas dan kewajaibanku kepada orang tua yaitu menjadi seorang sarjana, tak kusangka-sangka orang tua ku memberikan hadiah yang tak mungkin ku lupakan seumur hidup yaitu PERGI HAJI. Tahun 2002, aku masih terbilang muda waktu itu. Hari-hari menjelang keberangkatan menunaikan ibadah haji berjalan biasa saja buatku, tak ada persiapan khusus untuk haji, manasik pun tak pernah ku ikuti, entah lah aku merasa malas. Suatu hari aku iseng membaca buku tentang haji, tertarik maka aku baca sampai habis. MashaAllah aku baru tersadar bahwa berhaji adalah hal yang serius, ada ritual-ritual yang harus dikerjakan dan ada makna tersirat dari ritual-ritual tersebut. Dengan jangka waktu yang singkat aku ngebut mempelajari semua ilmu haji. Waktu keberangkatan, perasaan ku campur aduk tak karuan, deg-degan, keringat dingin, tak tahu seperti apakah disana nanti. Aku berzikir sepanjang perjalanan untuk melenyapkan segala kegalauan hati, dalam diam ku berdoa, "Ya Allah, Engkau lah yang maha penyayang hingga aku yang hina ini Engkau perkenankan masuk ke rumah suci Mu, maka jadikan lah aku orang yang beruntung, jadikan aku seorang manusia yang lebih baik lagi, seorang mabruroh". Here i am, di depan ka'bah, kiblat umat muslim dalam beribadah sholat, tempat yang selama ini hanya bisa kulihat di foto-foto, memimpikan nya saja aku tak pernah, but here i am in front of ka'bah, sejenak hening.... aneh aku tak menangis ataupun merasakan apapun, apakah hati ini telah membeku? hingga aku tak merasakan apa pun? entah... aku hanya terdiam dan merasa hening, senyap....kulihat jemaah rombonganku yang lain terisak, tersedu sedan begitu melihat ka'bah, dan aku? hanya diam. Apa yang salah dengan diriku? dosa kah aku bila tak merasakan sensasi yang luar biasa ketika melihat ka'bah untuk pertama kali? mengapa? apakah aku harus berpura-pura menangis? untuk apa?. Peristiwa di depan ka'bah tak ku indahkan lagi, aku sibuk dengan kegiatan ku beribadah, umroh sebelum haji. Selain itu hari-hari ku lalui dengan membaca alqur'an, kegiatan yang jarang sekali ku lakukan ketika di tanah air, membaca alqur'an paling tidak hanya seminggu sekali di hari jum'at, itu pun cuma membaca surat yasiin saja, disini tiada hari ku lalui tanpa membaca alqur'an. Lambat laun aku asyik dengan kegiatan beribadah ini, membuatku tenang dan nyaman, setiap kali aku melihat ka'bah hatiku senang, nyaman, indah sekali perasaan ini. Mesjid haram adalah tempat yang cozy, ingin nya berlama-lama disini, pulang ke hotel hanya sebentar saja untuk mandi dan membersihkan diri lalu bergegas kembali ke mesjid haram, waktu sangat bernilai bagiku ketika itu, waktu adalah ibadah. Tak ada peristiwa yang aneh-aneh, semuanya mengalir saja, lancar dan khusyu. Tak ada cerita-cerita aneh seperti diceritakan orang-orang yang sudah berhaji, agaknya semua itu tak terjadi padaku, kecuali ketika WUKUF dan THAWAF WADA. Wukuf, adalah haji itu sendiri. Sabda Rasul, tidak sah haji bila kita tak melaksanakan wukuf. Aku agak sedikit tak mengerti ketika itu mengapa wukuf dijadikan inti dari berhaji?, Maka Allah menjawabnya untukku. Ketika wukuf kita hanya berdiam diri di padang arafah dengan waktu yang telah ditentukan, hanya berdzikir, berdoa, membaca ayat-ayat suci. Aku tenggelam, asyik masyuk dengan dzikirku, tak ku hiraukan jamaah lain di sekitarku, jiwaku seperti lepas.... sesaat kemudian melintas bayangan-bayangan di alam fikirku, bayangan itu adalah aku, seperti menonton sebuah sinetron dengan pelaku nya adalah aku sendiri, bayangan ketika aku berbuat dosa-dosa, seketika aku menangis.... dan tersadar, begitu hina dan berlumur dosa aku ini, dapatkah Engkau memaafkan ku ya Rabb???, ku lihat tangan ini apa saja yg telah kulakukan dengan tangan ku ini?, kaki ini kemana saja aku langkahkan?, mata ini apa saja yang telah ku lihat, mulut ini apa saja yang telah ku ucapkan, otak  ku apa saja yang terlintas?, hati ku apa saja yang tersembunyi disana?. Di padang arafah ini ku temukkan siapa diriku dan untuk apa aku ada di dunia ini. Thawaf Wada, adalah ritual thawaf (berjalan mengelilingi ka'bah) yang terakhir kita lakukan setelah selesai melakukan ritual haji lainnya, dan ini adalah terakhir kali kita masuk ke mesjid haram dan berthawaf sesudah itu kita pulang ke tanah air. Ketika itu banyak sekali jamaah yang melakukan thawaf, sesak, mustahil untuk dekat dengan ka'bah. Bahkan aku yang bertubuh mungil ini tak bisa melangkah menerobos kerumunan, terpaksa aku terseret-seret oleh arus, alhamdulillah tak ada kejadian yang mencelakaiku, selesai thawaf kemudian sholat di dekat maqom ibrahim, selesai sholat ku pandangi ka'bah lekat-lekat, air mata tak kuasa ku tahan, aku menangis dan tak bisa berhenti, betapa aku akan merindukan rumah Mu ini ya Rabb, ijinkan aku untuk kembali kesini, walau entah kapan. Aku Enggan beranjak dari dudukku, aku terus memandang ka'bah dan kini ku pandang pintu ka'bah, Multazam. Ada tangan-tangan manusia yang menggapai-gapai pintu itu, aku terkesiap..... Tangan-tangan itu seperti menggapai menginginkan ridho dan ampunan Mu, mengharap masuk ke dalam surgaMu, Ya Allah apakah aku ini pantas masuk ke dalam surga Mu? Ya Rabb, ampuni segala dosa-dosa kami, dosa semua umat muslim di dunia ini, bimbing kami ke jalan terangMu, Rabbana atina fi dunya hasanah wafil akhirati hasanah waqina adza bannar. Kini aku telah bergelar haji, apakah aku harus bangga dengan gelar ini? entah lah, justru aku sering kali malu, malu bila ternyata perilaku dan tindak-tandukku tak sesuai dengan gelar ku. Setelah haji adalah hal yang paling berat, ada amanah disana dan Allah pun pasti menguji seberapa besar dan seberapa kuat kita memanggul amanah itu. Haji adalah totalitas kita untuk berusaha menjadi manusia yang berbeda dari sebelumnya, manusia yang lebih baik, dan pada akhirnya adalah penyerahan diri kita seutuhnya kepada Allah, zat yang abadi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline