Lari dari Masalah! Solusi atau Ilusi?
Dalam kehidupan, setiap individu pasti dihadapkan pada masalah. Baik kecil maupun besar, masalah sering kali dianggap sebagai penghalang kebahagiaan. Beberapa orang memilih menghadapi masalah secara langsung, sementara yang lain memilih "lari" dari masalah tersebut. Namun, apakah tindakan ini merupakan solusi atau sekadar ilusi?
Mengapa Orang Melarikan Diri dari Masalah?
Menurut Dr. Stephanie Sarkis, seorang pakar psikologi, melarikan diri dari masalah sering kali dipicu oleh rasa takut, stres, atau keinginan untuk menghindari rasa sakit emosional.
Dalam artikelnya di Psychology Today, ia menyebut bahwa perilaku ini dapat berupa penghindaran fisik, seperti pindah tempat tinggal, atau penghindaran emosional, seperti terlibat dalam perilaku kompulsif, seperti bekerja berlebihan atau bermain gim tanpa henti (Sarkis, 2020).
Psikolog klinis lainnya, Dr. Guy Winch, menambahkan bahwa melarikan diri dari masalah sering kali memberikan kenyamanan sementara. Namun, hal ini tidak menyelesaikan akar masalah. Winch menyebut, "Masalah yang tidak dihadapi biasanya akan terus tumbuh, seperti gulma yang menyebar di taman". (Winch, 2018).
Melarikan Diri sebagai Solusi Sementara!
Ada kalanya melarikan diri bisa menjadi solusi sementara, terutama untuk mengurangi stres akut. Misalnya, orang yang menghadapi konflik berat mungkin membutuhkan waktu untuk menjauh agar bisa berpikir jernih.
Pendekatan ini dikenal sebagai flight response dalam teori fight or flight yang diperkenalkan oleh Walter Cannon pada 1920-an. Melalui respons ini, individu memberikan waktu kepada dirinya untuk mengelola emosi sebelum kembali menghadapi masalah (Cannon, 1929).
Namun, menurut penelitian yang diterbitkan oleh Journal of Behavioral Therapy and Experimental Psychiatry strategi penghindaran hanya efektif dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, penghindaran dapat memperburuk masalah karena tidak adanya penyelesaian yang nyata (Leahy, 2016).
Ilusi atau Solusi?