Paspor, sebagai dokumen perjalanan internasional, menjadi identitas sekaligus kunci akses bagi setiap warga negara untuk menjelajahi dunia. Namun, kekuatan dan prestise sebuah paspor tidaklah sama di setiap negara.
Bagi pemegang paspor Indonesia, seringkali muncul pertanyaan, apakah paspor Indonesia benar-benar memberikan akses yang setara dengan paspor negara lain? Persepsi bahwa paspor Indonesia adalah "kartu akses kelas dua dunia" telah lama beredar dan menjadi perbincangan hangat.
Mengapa Persepsi Tersebut Muncul?
Salah satu faktor utama adalah keterbatasan bebas visa. Dibandingkan dengan pemegang paspor negara-negara maju atau tetangga di kawasan Asia Tenggara, pemegang paspor Indonesia harus melalui proses permohonan visa yang lebih panjang dan rumit untuk mengunjungi banyak negara.
Di samping itu, proses permohonan visa yang kompleks juga menjadi kendala. Persyaratan yang ketat, birokrasi yang berbelit-belit, dan waktu tunggu yang lama membuat calon pelancong merasa frustrasi. Stereotipe negatif terhadap Indonesia juga turut berperan.
Beberapa negara masih memiliki pandangan negatif tentang Indonesia, baik dari segi ekonomi maupun keamanan, sehingga memengaruhi keputusan petugas imigrasi dalam memberikan visa.
Terakhir, kualitas layanan imigrasi di Indonesia juga menjadi sorotan. Proses pembuatan paspor yang berbelit-belit, sistem yang tidak efisien, dan kurangnya transparansi seringkali menjadi keluhan masyarakat.
Semua faktor ini secara bersama-sama berkontribusi pada persepsi bahwa paspor Indonesia adalah "kartu akses kelas dua dunia".
Dampak dari persepsi negatif ini sangat luas. Selain menghambat perjalanan bagi warga negara Indonesia, hal ini juga menurunkan citra negara di mata dunia. Investor asing dan wisatawan mancanegara mungkin enggan berkunjung ke Indonesia jika proses perizinan dan visanya dianggap terlalu rumit.
Akibatnya, potensi ekonomi yang besar, terutama di sektor pariwisata, tidak dapat termaksimalkan. Kemudian, kesulitan dalam mobilitas global juga menjadi masalah bagi para profesional, pelajar, atau pekerja migran Indonesia. Paspor yang lemah dapat membatasi peluang mereka untuk bekerja atau belajar di luar negeri.
Untuk mengatasi permasalahan ini, berbagai upaya telah dilakukan. Pemerintah Indonesia terus melakukan negosiasi perjanjian bebas visa dengan berbagai negara. Lalu, upaya peningkatan kualitas layanan imigrasi juga terus dilakukan melalui berbagai reformasi birokrasi dan teknologi informasi.