Alun-alun Bandung, jantung kota yang begitu ikonik, kini tengah menghadapi ancaman serius. Beberapa waktu lalu, ketika mengunjungi tempat ini, pemandangan yang seharusnya menyejukkan mata justru berubah menjadi pilu.
Sampah berserakan ('warwur' dalam istilah sunda) di mana-mana, seakan mengabaikan keindahan dan sejarah yang melekat pada setiap sudut alun-alun. Kondisi ini tentu saja mengundang pertanyaan besar, Apa yang sebenarnya terjadi?
Ancaman terhadap Ikon Kota
Ancaman terhadap Ikon Kota ini bukan hanya sekadar masalah estetika, namun juga menjadi bumerang bagi pariwisata Bandung. Alun-alun yang seharusnya menjadi magnet bagi wisatawan domestik maupun mancanegara, kini perlahan kehilangan daya tariknya.
Potret alun-alun yang penuh sampah tentu saja tidak akan menarik minat pengunjung untuk berlama-lama atau bahkan mengabadikan momen di sana. Padahal, sektor pariwisata memiliki peran penting dalam perekonomian kota.
Di samping itu, sampah yang menumpuk juga menjadi tempat berkembang biak berbagai jenis penyakit. Lalat, nyamuk, dan tikus dengan mudah menemukan sumber makanan di tumpukan sampah.
Hal ini tentu saja berpotensi menimbulkan berbagai penyakit seperti diare, demam berdarah, hingga leptospirosis. Kesehatan masyarakat yang terancam akan berdampak pada produktivitas dan kualitas hidup masyarakat Bandung.
Tidak hanya itu, sampah yang berserakan juga mencemari lingkungan. Limbah organik dari sisa makanan dan minuman akan terurai dan menghasilkan gas metana yang merupakan salah satu gas rumah kaca.
Limbah anorganik seperti plastik akan membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai dan dapat mencemari tanah dan air. Hal ini tentu saja akan berdampak buruk pada ekosistem dan lingkungan sekitar.
Perilaku Warga: Antara Kesadaran dan Ketidakpedulian
Kurangnya kesadaran akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan menjadi salah satu akar permasalahan sampah berserakan di Alun-alun Bandung. Kebiasaan membuang sampah sembarangan seolah telah menjadi pemandangan sehari-hari.