Lihat ke Halaman Asli

Jujun Junaedi

TERVERIFIKASI

Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Ujian Kemantapan Demokrasi: Penghapusan Presidential Threshold di Bawah Mikroskop

Diperbarui: 5 Januari 2025   14:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - MK menghapus presidential threshold atau ambang batas capres. | Image by Canva.com via Kompas.com

Penghapusan presidential threshold menjadi tonggak sejarah baru dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Keputusan Mahkamah Konstitusi yang meniadakan ambang batas pencalonan presiden ini membuka babak baru dalam persaingan politik nasional.

Namun, di balik euforia pembukaan ruang bagi partisipasi politik yang lebih luas, terdapat sejumlah pertanyaan mendasar yang perlu dijawab, apakah penghapusan ini benar-benar menjadi katalisator penguatan demokrasi, ataukah justru membuka pintu bagi dinamika politik yang lebih kompleks dan penuh tantangan?

Latar Belakang dan Alasan Penghapusan

Presidential threshold, sebagai ambang batas persentase suara yang harus diperoleh partai politik atau gabungan partai politik dalam pemilu legislatif agar dapat mengusung pasangan calon presiden, selama ini menjadi isu yang kontroversial.

Pembatasan ini seringkali dikritik karena dianggap menghambat partisipasi politik, memperkuat oligarki partai, dan bertentangan dengan prinsip demokrasi yang menjunjung tinggi persamaan hak. 

Argumen utama para pendukung penghapusan presidential threshold adalah bahwa aturan ini menciptakan ketidaksetaraan dalam kontestasi politik, di mana partai-partai besar memiliki keunggulan yang signifikan dibandingkan partai-partai kecil.

Di samping itu, presidential threshold juga dinilai sebagai salah satu faktor penyebab tingginya tingkat abstain pemilih, karena banyak pemilih yang merasa tidak memiliki pilihan yang representatif.

Penghapusan presidential threshold didorong oleh sejumlah faktor, baik dari perspektif konstitusional maupun politik. Secara konstitusional, aturan ini dinilai bertentangan dengan prinsip demokrasi yang menjunjung tinggi hak setiap warga negara untuk dipilih dan memilih.

Dari perspektif politik, penghapusan presidential threshold diharapkan dapat membuka ruang bagi munculnya pemimpin-pemimpin baru yang lebih representatif dan mengakomodasi aspirasi masyarakat yang lebih luas. 

Lalu, penghapusan ambang batas ini juga diharapkan dapat meningkatkan kompetisi politik yang sehat, sehingga partai-partai politik terdorong untuk memperbaiki kinerja dan program-programnya.

Implikasi dan Potensi Dampak

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline