Lihat ke Halaman Asli

Jujun Junaedi

TERVERIFIKASI

Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Kontur Farming: Benteng Kokoh Melawan Erosi di Musim Hujan dan Mitigasi Perubahan Iklim

Diperbarui: 9 Desember 2024   10:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kontur Farming di kaki gunung putri. Tumbuhan hijau di kawasan Desa Mekarjaya, Tarogong Kaler, Garut, Jawa Barat, Ahad (9/12/2024). | Dok. Pribadi

Musim hujan seringkali membawa berkah bagi pertanian. Namun, di sisi lain, curah hujan yang tinggi juga dapat memicu terjadinya erosi tanah, terutama di lahan-lahan miring. 

Erosi tanah merupakan proses pengikisan lapisan tanah permukaan oleh air atau angin. Jika dibiarkan, erosi akan menyebabkan penurunan produktivitas tanah, kerusakan lingkungan, dan bahkan bencana alam seperti banjir dan longsor.

Apa itu Kontur Farming?

Kontur farming, sebuah teknik pertanian purba yang semakin relevan di era modern, menawarkan solusi cerdas untuk mengatasi permasalahan erosi tanah. 

Dengan memanfaatkan bentuk alami lahan, yaitu garis kontur, petani menciptakan alur-alur tanam yang sejajar dengan garis tersebut. Alur-alur ini berperan sebagai benteng mini yang menahan laju air hujan, sehingga mengurangi erosi tanah yang dapat mengikis lapisan topsoil yang kaya nutrisi. 

Lebih dari sekadar mencegah erosi, kontur farming juga meningkatkan infiltrasi air ke dalam tanah, menjaga kelembaban tanah lebih lama, dan menciptakan mikro-iklim yang mendukung pertumbuhan tanaman.

Selain manfaat hidrologis, kontur farming juga memberikan dampak positif bagi biodiversitas. Dengan menciptakan habitat yang lebih beragam, kontur farming mendukung keberadaan berbagai jenis organisme tanah yang berperan penting dalam siklus nutrisi. 

Tanaman yang ditanam secara kontur juga cenderung lebih sehat dan tahan terhadap hama penyakit, karena sistem perakaran yang lebih kuat dan kondisi tanah yang lebih stabil. 

Dalam jangka panjang, kontur farming dapat meningkatkan produktivitas lahan secara berkelanjutan, karena tanah yang terjaga kesuburannya akan menghasilkan panen yang lebih melimpah. 

Namun, penerapan kontur farming tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tantangan utama terletak pada pemetaan kontur lahan yang akurat, terutama di lahan yang berukuran luas dan memiliki topografi yang kompleks. 

Selain itu, dibutuhkan kesadaran dan kemauan dari petani untuk mengubah praktik pertanian konvensional menjadi kontur farming. Namun, dengan dukungan pemerintah, lembaga penelitian, dan kelompok masyarakat, penerapan kontur farming dapat diperluas dan menjadi bagian integral dari sistem pertanian berkelanjutan di Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline