Di tengah hiruk pikuk kota Bandung, tepatnya di Jalan Cisaranten Kulon, Arcamanik, terdapat sebuah pemandangan yang mungkin sering terlewatkan oleh banyak orang.
Seorang pria paruh baya dengan wajah kerutan namun memancarkan semangat juang yang tinggi, setia berjaga di tepi jalan.
Di hadapannya, terpajang wadah plastik berisi kerang-kerangan kecil yang berkilau. Kerang-kerangan itulah yang menjadi sumber rezekinya, tutut sawah.
Pak Edi, begitu ia biasa disapa, telah menjadikan sudut jalan itu sebagai lapak dagangnya selama hampir setahun. Setiap hari, dengan sabar dan telaten, ia memotong ekor demi ekor tutut.
"Saya jualnya 15 ribu kalau sudah dipotong ekornya, kalau belum ya 12 ribu," ujarnya sambil tersenyum.
Keputusan Pak Edi untuk berjualan tutut bukanlah pilihan yang mudah. "Zaman sekarang susah cari kerja, apalagi ekonomi lagi susah," tuturnya, Jumat (6/12/2024).
Ia sadar betul bahwa mencari pekerjaan yang layak di tengah kondisi ekonomi yang sulit bukanlah perkara mudah. Namun, demi menghidupi keluarganya, ia harus berjuang.
"Ya, walau sedikit-sedikit, tapi ini rezeki yang saya syukuri," imbuh Bapak 50 tahun ini.
Setiap hari, Pak Edi harus berhadapan dengan berbagai tantangan. Cuaca yang tidak menentu, persaingan dengan penjual makanan lain, dan tentu saja, ketidakpastian akan pendapatan. Namun, semangatnya untuk terus berjualan tidak pernah luntur.
"Kadang laris, kadang sepi. Tapi ya sudah, yang penting saya tetap berusaha," ujarnya.
Di balik kesederhanaan usahanya, Pak Edi ternyata mendapatkan dukungan yang cukup besar dari masyarakat sekitar.