Lihat ke Halaman Asli

Jujun Junaedi

TERVERIFIKASI

Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Krisis Pernikahan, Lonceng Kematian untuk Nilai-Nilai Tradisional?

Diperbarui: 21 November 2024   11:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - Pernikahan | Shutterstock/Andrii Yalanskyi via Kompas.com

Pernikahan, sejak zaman dahulu, telah menjadi fondasi utama dalam membentuk tatanan sosial. Institusi ini tidak hanya menyatukan dua individu, tetapi juga menjadi cerminan nilai-nilai budaya, agama, dan moralitas suatu masyarakat. 

Namun, dalam beberapa dekade terakhir, kita menyaksikan sebuah tren yang mengkhawatirkan yakni angka pernikahan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, mengalami penurunan yang signifikan.

Fenomena ini memunculkan pertanyaan mendasar, apakah pernikahan, sebagai pilar utama keluarga dan masyarakat, sedang mengalami krisis? Dan jika iya, apa implikasinya bagi nilai-nilai tradisional yang selama ini kita anut?

Perubahan sosial yang begitu cepat, mulai dari pergeseran peran gender hingga individualisme yang semakin menguat, telah merombak tatanan sosial dan keluarga. Akibatnya, institusi pernikahan yang selama ini dianggap sakral dan abadi kini dihadapkan pada tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Faktor-faktor yang Mendorong Krisis Pernikahan

Faktor-faktor yang mendorong krisis pernikahan begitu kompleks dan saling terkait. Perubahan nilai dan sikap masyarakat menjadi salah satu faktor utama. 

Generasi muda kini lebih mengedepankan individualisme, kebebasan, dan pencapaian karier dibandingkan dengan membangun keluarga. Hal ini tercermin dalam penundaan usia pernikahan atau bahkan keputusan untuk tidak menikah sama sekali.

Selain itu, kondisi ekonomi yang tidak stabil, meningkatnya biaya hidup, dan tuntutan karier yang tinggi juga turut berperan. Pasangan muda merasa terbebani dengan tanggung jawab finansial yang besar dan khawatir tidak dapat memberikan kehidupan yang layak bagi keluarga mereka.

Perubahan peran gender juga menjadi faktor penting. Emansipasi perempuan telah membawa perubahan signifikan dalam dinamika keluarga. Perempuan semakin aktif dalam dunia kerja dan memiliki karier yang mapan. Hal ini membuat mereka lebih mandiri dan tidak lagi bergantung pada pernikahan.

Konsekuensinya, peran tradisional dalam keluarga pun mengalami pergeseran. Perempuan tidak lagi hanya bertugas mengurus rumah tangga, tetapi juga berkontribusi dalam perekonomian keluarga. Perubahan ini tentu saja memunculkan tantangan baru dalam membangun hubungan yang harmonis.

Selain faktor-faktor di atas, perkembangan teknologi dan media sosial juga turut mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap pernikahan. Melalui media sosial, orang dapat dengan mudah mengakses informasi tentang berbagai gaya hidup dan hubungan interpersonal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline