Malam tadi, Ahad malam Senin, 27 Oktober 2024, menjadi malam yang tak terlupakan bagi keluarga kami.
Bukan sekadar menonton televisi, melainkan sebuah pengalaman berharga dalam menanamkan nilai-nilai demokrasi sejak dini.
Kami memutuskan untuk mengajak ketiga anak kami (nama inisial), AS, AE dan anak kami yang bungsu, AJ, menyaksikan langsung debat kandidat Pilkada yakni debat kedua cagub cawagub Jakarta.
Awalnya, kami khawatir mereka akan merasa bosan dengan diskusi politik yang terkesan serius.
Namun, kekhawatiran itu sirna seketika. Sejak awal debat, mata mereka berkilau penuh minat.
Mereka mendengarkan dengan seksama setiap kata yang terucap, sesekali bertanya tentang istilah atau konsep yang belum mereka pahami.
Yang paling mengejutkan adalah komentar-komentar mereka yang cerdas dan penuh kejutan.
AS si sulung, mengamati dengan cermat gaya bicara para kandidat. Pak, Bu, kenapa Pak X (tidak menyebut nama langsung) sering mengulang kata yang sama? Apakah itu strategi khusus ya?" tanyanya penasaran.
AE, yang tengah, lebih fokus pada janji-janji kampanye. "Kalau jadi pemimpin, aku mau seperti Pak Y yang janji mau bikin taman bermain baru di dekat pusat kota," ujarnya dengan semangat.
Sementara AJ, si bungsu, dengan polosnya bertanya, "Kenapa mereka harus berdebat sih? Kenapa enggak bisa jadi teman aja?"
Pertanyaan-pertanyaan polos namun dalam dari anak-anak kami ini justru membuka diskusi yang menarik.