Kohabitasi, atau hidup bersama tanpa ikatan pernikahan, telah menjadi fenomena yang semakin umum di kalangan kaum muda di banyak negara, termasuk Indonesia. Fenomena ini memicu beragam diskusi, mulai dari perubahan nilai-nilai sosial hingga tantangan terhadap tradisi dan norma yang telah ada.
Faktor-Faktor yang Mendorong Kohabitasi
Beberapa faktor yang mendorong meningkatnya tren kohabitasi di kalangan kaum muda antara lain:
1. Perubahan Nilai Sosial
Individualisme
Meningkatnya kesadaran akan diri sendiri dan kebebasan individu mendorong banyak pasangan muda untuk memilih jalan hidup yang mereka anggap paling sesuai.
Generasi muda saat ini, dengan semangat individualismenya yang kian berkobar, semakin menuntut kebebasan dalam menentukan arah hidup mereka. Hal ini tercermin jelas dalam keputusan-keputusan personal, salah satunya adalah pilihan untuk hidup bersama pasangan tanpa ikatan pernikahan atau yang lebih dikenal dengan istilah kohabitasi.
Meningkatnya kesadaran akan diri sendiri mendorong individu untuk mengeksplorasi identitas dan potensi yang mereka miliki. Mereka ingin hidup sesuai dengan nilai-nilai dan tujuan pribadi, tanpa merasa terbelenggu oleh ekspektasi sosial atau norma-norma tradisional.
Dalam konteks hubungan, individualisme ini mendorong pasangan muda untuk membangun hubungan yang didasarkan pada kesetaraan, saling pengertian, dan kebebasan masing-masing individu.
Kebebasan individu yang semakin ditekankan juga membuat banyak pasangan muda merasa tidak perlu terburu-buru untuk menikah. Mereka ingin menikmati masa muda, membangun karir, dan mencapai kemandirian finansial terlebih dahulu.
Kohabitasi dianggap sebagai langkah yang lebih fleksibel dan realistis untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Pasangan dapat saling mengenal lebih dalam, berbagi hidup, dan membangun fondasi yang kuat sebelum memutuskan untuk menikah.