Indonesia, sebagai negara agraris dengan sumber daya alam yang melimpah, seharusnya mampu mewujudkan swasembada pangan. Namun, kenyataan yang terjadi saat ini adalah semakin menipisnya minat generasi muda untuk terjun ke sektor pertanian. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan masa depan pertanian Indonesia.
Mengapa Generasi Muda Enggan Bertani?
Pertama, persepsi negatif. Pertanian seringkali dianggap sebagai pekerjaan yang kotor, melelahkan, dan tidak menjanjikan secara finansial.
Selama bergenerasi, pertanian telah menjadi tulang punggung peradaban manusia. Namun, persepsi masyarakat terhadap sektor ini seringkali terdistorsi oleh stigma negatif yang membayangi.
Pertanian kerap kali dipandang sebagai pekerjaan yang kumuh, penuh keringat, dan menawarkan masa depan yang suram secara ekonomi.
Bayangan petani yang kulitnya menghitam karena terpapar sinar matahari, tangannya kasar karena bersentuhan langsung dengan tanah, dan penghasilannya pas-pasan masih melekat kuat di benak banyak orang.
Akibatnya, minat generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian semakin menurun, dan kekhawatiran akan kelestarian sektor pangan pun mencuat.
Persepsi negatif terhadap pertanian merupakan masalah kompleks yang memerlukan solusi jangka panjang.
Dengan mengubah persepsi masyarakat, kita dapat membangun sektor pertanian yang lebih kuat, berkelanjutan, dan mampu memenuhi kebutuhan pangan bagi generasi mendatang.
Kedua, kurangnya akses teknologi. Petani muda membutuhkan akses terhadap teknologi modern agar pertanian menjadi lebih efisien dan menarik.
Petani muda, dengan semangatnya yang membara dan ide-ide segar, berhasrat untuk mengubah wajah pertanian. Namun, impian mereka seringkali terkendala oleh kurangnya akses terhadap teknologi modern.