Lihat ke Halaman Asli

juju juriyah

Penulis sastra dan nonsastra, guru man 3 Cirebon peraih juara menulis tingkat internasional maupun nasional.

Menyibak Sisi Hati

Diperbarui: 5 November 2022   22:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cahaya Fajar menghampiri dan menyapa pagi. Menyusuri kesejukan alam di waktu subuh. Kumembuka mata ini di pagi buta nan dingin, berselimut alunan suara adzan yang menggema. Menyadarkan akan naluriku yang sekan terlena dengan indahnya suasana sepiku. 

"Bangun ibu, sudah shubuh" suara anakku membangunkanku. Astaghfirullah bisikku dalam hati. Dan aku pun bangun. Pagi ini kami sekeluarga sarapan pagi di taman belakang.  Aku melihat anakku makan dengan lahapnya tidak seprti biasanya.

Setiap ibu pasti akan bahagia melihat anaknya yang sehat dan lincah seperti nya. Pagi ini ditaman ini perasaanku seakan melenggang seperti embun yang berjatuhan laksana burung yang hinggap di dedaunan, bergoyang-goyang. 

Ku tersenyum sendiri. "Ada apa Bu", suamiku mengagetkanku, dan aku hanya menggeleng. "Beena sudah berangkat yah" tanyaku, karena aku tidak melihat anakku sejak selesai sarapan. 

"Sudah tadi dia bilang untuk menyampaikan padamu, karena dia tidak mau mengganggumu, sepertinya kamu sedang asyik memandang bunga-bunga itu". Jawab suamiku, dan aku hanya bisa tersenyum mengiyakan. 

Kami pun mulai bergegas berangkat ke kantor. Kami memilki persamaan satu profesi sebagai pegawai pemda.  

Dalam perjalan ke kantor aku merasakan keindahan pagi tadi masih menari-nari di benakku, meresap rasa bergiliran masuk relung hati. Berkibar bagaikan bendera kemerdekaan seru meronta menggapai angkasa, menyisih sisa-sisa gemerlap cahaya bintang semalam. Menyibak cekam jiwa.

Seiring cahaya berhamburan keluar dari batas cakrawala, akhirnya kami tiba di kantor yang sudah sepuluh tahun ini kami berkiprah di dalamnya. Di sini di depan halaman kantorku aku seakan disapa oleh mentari  dengan cahaya keemasannya nampak tersenyum begitu manis. 

Semanis senyum suamiku. Senyum itu seakan mengajakku berdendang berjalan menggapai mimpi yang belum tergenggam. Akhirnya langkahku sampai ke dunia yang begitu lama kukenal namun semakin terasa asing.

Terasa aneh saat kudengar suaranya yang jauh dari logika.  "Brenda kau tahu tidak yaa, kemarin kan aku emang tidak tertarik dengan pekerjaan diproyek yang ditawarkan Pa Mul,  yang sekarang sedang kamu kerjakan itu." Dinda teman sekantorku tiba-tiba datang menghampiriku dan dengan lantangnya bicara seperti itu. 

Kaget juga ya, karena sebenarnya waktu itu dia  sangat berminat,  tapi karena dia tidak termasuk dalam persayaratan tersebut, hingga dia tidak masuk katagori, sehingga aku yang dipilihnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline