Catatan dari Studium General Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor
Bersama Dr. Amri Jahi Pakar Penyuluhan Pertanian Institut Pertanian Bogor
“Penyuluh itu ibarat anak panah, siap di luncurkan kemana saja, tergantung keinginan si pemanah”.
Penyuluh adalah ujungtombak pembangunan pertanian, sukses tidaknya program pemerintah terkait petani dan pertanian, sedikit banyak bergantung pada kemampuan penyuluh dalam menerjemahkan program tersebut. Semakin tinggi kemampuan penyuluh dalam menerjemahkan, mengeksekusi dan berimprovisasi dilapangan maka semakin tinggi pula kemungkinan program tersebut berhasil.
Berbagai masalah pertani dan pertanian saat ini juga tengah dihadapi sebagian besar penyuluh, masalah tersebut diantaranya adalah; buruknya infrastruktur pertanian, iklim yang tidak menentu, akses permodalan, lemahnya pemberdayaan petani dan pengusaha tani, lemahnya posisi tawar petani, masih belum optimalnya upaya peningkatan nilai tambah, kurangnya sarana prasarana pernyuluhan, serta “segudang” masalah lainnya yang menuntut penyelesaian secara cepat dan akurat. Berdasarkan hal tersebut, penyuluh saat ini diharapkan lebih kreatif, inovatif dan profesional dalam menyikapi berbagai program dan kebijakan yang perubahannya jugs relatif lebih cepat.
Melihat begitu tingginya kompleksitas masalah yang dihadapi penyuluh saat ini, diperlukan cara pandang atau paradigma baru penyuluhan pertanian, cara pandang yang dianggap relevan dan adaptif terhadap berbagai perubahan, dan menguntungkan semua pihak baik petani, pelaku usaha pertanian, penyuluh maupun pemerintah.
Supply Driven vs Demand Driven
Supply dan demand driven, merupakan teori kebijakan pembangunan pertanian yang diadopsi dari teori ekonomi supply (penawaran) dan demand (permintaan). Penawaran dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya; harga barang, harga sumber produksi, tingkat produksi dan espektasi atau perkiraan. Sedangkan faktor yang mempengaruhi permintaan adalah harga barang, harga barang lain yang berkaitan, tingkat pendapatan selera konsumen, dan ekspektasi atau harapan.
Pendekatan pembangunan pertanian bermadzhab penawaran dapat diartikan sebagai pendekatan top-down, dimana pemerintah memiliki dan mengestimasi input sumberdaya, menentukan capaian target serta mempertanggungjawabkannya sebagai wujud penerapan prinsip akuntabilitas. Pendekatan dengan madzhab ini bukan tanpa kelemahan, seringkali program yang diluncurkan tidak sesuai dengan kebutuhan petani, akibatnya petani tidak mendapatkan kepuasan, kurang respon dan akhirnya program tersebut tidak berjalan sukses.
Sementara madzhab permintaan dapat dikatakan sebagai pendekatan pembangunan berbasis bottom up. Pemerintah sebagai penentu dan pelaksana kebijakan harus mendahulukan kebutuhan dan kepuasan petani. Dengan kata lain, porsi aspirasi petani harus menjadi pertimbangan pertama dan utama dalam merumuskan suatu program dan kebijakan. Dalam konteks ini peran penyuluh sejatinya adalah mampu menyelaraskan target pemerintah dengan kebutuhan petan sebenarnya. Dalam pandangan saya, profesionalitas penyuluh dalam hal ini juga telah memainkan perannya, karena disatu sisi ia harus memiliki kinerja yang baik sesuai kriteria pemerintah, disisi lain ia juga harus memiliki idealitas dalam upaya memberikan kepuasan layanan kepada petani.
Transfer teknologi vs Pemberdayaan.
Transfer teknologi melibatkan peneliti, penyuluh dan petani. Dimana teknologi yang dihasilkan oleh penelIti di transfer oleh penyuluh ke petani sesuai dengan prinsip-prinsip adopsi inovasi. Pada rezim orde baru, paradigma utama dalam kegiatan penyuluhan pertanian adalah menjadikan petani sebagai objek atau penerima pembangunan (beneficery), oleh karena itu kegiatan penyuluhan lebih berkonsentrasi pada sejauhmana penyuluh dapat meningkatkan produksi melalui berbagai aplikasi teknologi pertanian yang kadang tidak ramah lingkungan. Kebijakan ini berujung pada berhasilnya Indonesia dalam swasembada beras 1984.
Dalam era reformasi dan otonomi saat ini, pekerjaan penyuluh bukan hanya menjadikan petani responsif terhadap inovasi, tapi juga menjadikan mereka berdaya, mampu memutuskan sendiri terkait usaha tani yang dilakukan dan mampu mencari alternatif sumber informasi selain dari penyuluh. Penyuluh juga harus mampu melakukan pemberdayaan pada pelaku usaha tani, hal itu sesuai dengan konsep pertanian berbasis agribisnis. Singkatnya sasaran tugas penyuluh bukan hanya petani dan keluarganya tapi ditambah dengan pelaku usaha agribisnis dari hulu hingga hilir, termasuk didalamnya sektor penunjang pertanian. Satu hal lagi yang tidak kalah penting, sesuai dengan undang-undang SP3K nomor 16 tahun 2006, penyuluh juga harus mampu mengaplikasikan usaha pertanian berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Komunikasi Efektif
Permasalahan infrastruktur pertanian seperti buruknya jaringan irigasi, kurangnya jalan produksi, lemahnya akses informasi, suka atau tidak saku masih menjadi permasalahan utama di lapangan. Kebijakan otonomi daerah yang diharapkan dapat memperpendek jalur birokrasi, dan mempercepat proses pembanugnan di daerah nampaknya juga belum menunjukan hasil maksimal. Daerah yang pemerintahnya concern dalam bidang pertanian, pada umumnya bekerja dan bergerak memperbaiki keadaan, namun bagaimana dengan daerah yang kurang concern dengan pertanian? Semakin hari keadaan semakin buruk, irigasi berantakan dan alih fungsi lahan melesat cepat dan sulit dikendalikan. Lalu apa peran penyuluh dalam hal ini?