Lihat ke Halaman Asli

jufriyanto

Mas Juff

Linguistik Austin: Meretas Bahasa Pergaulan dalam Memikat Hati dan Pikiran

Diperbarui: 22 Juli 2023   19:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bahasa adalah alat utama manusia untuk berkomunikasi dan membangun koneksi sosial. Setiap kali kita berbicara, mendengar, atau bahkan melihat bahasa tertulis, kita sedang berpartisipasi dalam proses yang kompleks yang melibatkan tidak hanya kata-kata, tetapi juga struktur dan konteks sosial. Di dalam studi linguistik, ada banyak pandangan yang berbeda tentang bagaimana bahasa beroperasi dalam masyarakat dan bagaimana komunikasi membentuk hubungan antarindividu. Salah satu pendekatan yang menarik adalah kontribusi dari seorang ilmuwan linguistik bernama J.L. Austin.

John Langshaw Austin, seorang filsuf bahasa Inggris, dikenal sebagai salah satu pendiri ilmu linguistik pragmatik. Salah satu konsep utama yang ia perkenalkan adalah "tindak tutur." Tindak tutur mengacu pada gagasan bahwa ketika kita berbicara, kita tidak hanya mengungkapkan informasi, tetapi juga melakukan tindakan tertentu dalam masyarakat. Misalnya, ketika seseorang berkata, "Saya berjanji akan membantumu besok," mereka tidak hanya mengungkapkan informasi tentang niat mereka, tetapi juga secara aktif melakukan janji di hadapan orang lain. Dalam kata lain, bahasa digunakan untuk melakukan tindakan tertentu dan mencapai tujuan sosial.

Dalam teori "Speech Act" atau "Tindak Tutur" Austin, ia menggambarkan komunikasi sebagai sebuah permainan bahasa yang melibatkan pemain yang saling bergantian berbicara dan merespons. Setiap tindak tutur yang dilakukan dalam percakapan memiliki peran tertentu dan terjadi dalam konteks sosial yang spesifik. Austin juga memperkenalkan istilah "performatif" untuk menyebut pernyataan yang tidak hanya menggambarkan dunia, tetapi juga berfungsi sebagai tindakan itu sendiri. Misalnya, ketika seorang pendeta mengucapkan, "Dengan ini saya mengumumkan kalian berdua suami istri," pernyataan tersebut tidak hanya menggambarkan fakta bahwa mereka telah menikah, tetapi juga berfungsi sebagai tindakan pernikahan itu sendiri. Jika dilakukan dalam konteks yang sesuai, pernikahan menjadi sah berdasarkan kata-kata pendeta tersebut.

Salah satu aspek menarik dalam teori linguistik Austin adalah kesadaran akan bahasa pergaulan dan cara kita menggunakan kata-kata untuk mencapai tujuan sosial tertentu. Pemahaman ini memberi wawasan tentang bagaimana kita membangun hubungan dengan orang lain melalui bahasa kita. Dalam percakapan sehari-hari, kita sering menggunakan tindak tutur untuk menyampaikan permintaan, mengungkapkan rasa syukur, meminta maaf, atau bahkan menyatakan cinta. Dengan memahami peran tindak tutur dalam komunikasi, kita dapat menghindari kesalahpahaman dan konflik yang mungkin timbul karena kesalahpahaman dalam bahasa pergaulan. Kita dapat menjadi lebih peka terhadap konteks sosial dan memahami pentingnya menghormati norma-norma dan aturan-aturan yang mengatur interaksi kita dengan orang lain.

Linguistik Austin tak hanya menghadirkan konsep tindak tutur, tetapi juga memperkenalkan perbedaan mendasar antara tuturan performative (performatif) dan konstatif. Dalam pandangan Austin, ada perbedaan signifikan antara pernyataan yang berfungsi sebagai tindakan (performatif) dan pernyataan yang hanya menggambarkan keadaan fakta (konstatif).

1. Tuturan Performatif: Tuturan performative adalah jenis tuturan yang tidak sekadar menyatakan sesuatu tentang dunia, tetapi juga melakukan tindakan secara langsung ketika diucapkan dengan kondisi tertentu. Contoh jelas dari tuturan performative adalah pernyataan "Saya berjanji akan membantumu besok" atau "Saya menyatakan lulus ujian." Dalam kedua kasus tersebut, tindakan (berjanji dan menyatakan) dilakukan secara serentak dengan pernyataan itu sendiri. Namun, untuk tuturan performative agar berhasil, harus ada kondisi yang sesuai atau apa yang Austin sebut sebagai "felicity conditions." Jika seseorang yang menyatakan "Saya berjanji akan membantumu besok" tidak memiliki niat atau kemauan yang kuat untuk membantu, tindakan itu dianggap tidak berhasil dan kehilangan kekuatannya sebagai tuturan performative.

2. Tuturan Konstatif: Tuturan konstatif adalah jenis tuturan yang menyampaikan informasi tentang dunia dan dapat diverifikasi kebenarannya. Pernyataan seperti "Pensil ini berwarna merah" atau "Saya tinggal di kota ini" adalah contoh tuturan konstatif. Bedanya dengan tuturan performative, tuturan konstatif tidak melakukan tindakan secara langsung, tetapi sekadar menggambarkan keadaan fakta yang ada. Salah satu ciri penting dari tuturan konstatif adalah kebenarannya bisa diverifikasi secara obyektif. Jika seseorang mengatakan "Pensil ini berwarna merah" dan ternyata pensil tersebut berwarna biru, pernyataan itu dianggap salah dan tidak akurat.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali menggunakan kedua jenis tuturan ini secara bersamaan untuk berkomunikasi dan membentuk hubungan dengan orang lain. Bahasa pergaulan kita sering kali menyatukan pernyataan-pernyataan yang bersifat performative dan konstatif. Misalnya, dalam percakapan sederhana seperti "Saya mengundangmu ke pesta hari Sabtu ini," ada unsur performative dalam undangan tersebut karena menyatakan suatu tindakan (mengundang), dan kondisi yang sesuai diperlukan agar undangan itu berhasil (ketersediaan dan kesediaan untuk datang). Di sisi lain, pernyataan itu juga termasuk tuturan konstatif karena menyampaikan informasi tentang undangan tersebut. Sehingga, Linguistik Austin dengan konsep tindak tutur, tuturan performative, dan tuturan konstatif mengajarkan kita tentang kekuatan bahasa pergaulan untuk mengubah realitas sosial dan membentuk interaksi sosial. Dengan memahami perbedaan antara tuturan performative dan konstatif, kita dapat menjadi komunikator yang lebih efektif dan berempati dalam menghadapi berbagai situasi. Dalam memadukan keduanya, kita menciptakan koneksi sosial yang kuat dan memahami bahwa bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga alat untuk melakukan tindakan dan meretas realitas sosial.

Dengan demikian, Linguistik Austin telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman kita tentang bahasa pergaulan dan bagaimana komunikasi berfungsi dalam masyarakat. Melalui konsep tindak tutur, Austin menyoroti pentingnya memahami bahasa sebagai alat untuk melakukan tindakan sosial, bukan hanya sekadar alat untuk menyampaikan informasi. Dengan memahami peran bahasa pergaulan, kita dapat membangun koneksi sosial yang lebih kuat dan lebih harmonis dengan orang lain, serta menghindari kesalahpahaman yang tidak perlu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline