Lihat ke Halaman Asli

Jufra Udo

Menulis itu berenergi!

Tradisi Ini Jadi Pembuka Puasa Ramadhan

Diperbarui: 12 November 2019   07:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: timur-angin.com

 Ramadhan bulan yang istimewa bagi umat Islam. Saking istimewanya, di rituskan dengan berbagai ragam tradisi. Bahkan, ada juga yang menyerupai silang budaya Hindu-Islam. Ritual serupa kerap dijumpai di beberapa daerah.

Misal, Pebhahoka. Secara umum, tradisi ini di jalankan oleh masyarakat  Kabupaten Buton Utara.  Oleh masyarakat disana, tradisi ini diakui sebagai warisan nenek moyang yang dijalankan turun temurun.

Menyambut tradisi ini, ibu-ibu di kampung sibuk belanja kebutuhan rumah tangga. Sedangkan bapak-bapak sibuk mencari kayu bakar, dan ragam bahan lainnya yang diperuntukkan pada tradisi tersebut.

Ritualnya sederhana saja. Yakni dengan menggelar upacara 'haroa'. Haroa merupakan jenis upacara doa-doa. Oleh masyarakat disana, lebih diakrabi dengan sebutan 'lebe-lebe'.

Lakunya sama setiap rumah. Tinggal menaruh aneka sajian di dalam suatu wadah yang dinamakan dulang. Ada penganan, nasi, lauk-pauk, dan ragam kuliner lainnya di dalam dulang. Bentuk sajian berurutan membentuk rupa gunung. Pada puncaknya, ditaruh sepiring nasi, dan telur ayam.

Selain sajian, juga dilengkapi dupa.  Biasanya berasal dari kulit langsat yang dikeringkan. Kala prosesi, dupa dibakar dalam sebuah tempurung berisi bara api. Aromanya memenuhi rumah, amat wangi.

Setelah semua tersaji, berkumpul sanak keluarga. Bisa juga hanya anggota rumah tangga. Bisa pula sanak keluarga lainnya.

Setelah semua dianggap kelar, maka diutus salah satu anggota keluarga. Ia mendatangi salah satu tokoh agama, yang juga dianggap sebagai tetua kampung. Setelah tiba, tetua tersebut duduk bersila di hadapan dulang. Sebelumnya, semua sanak keluarga telah terkumpul di sekitar dulang.

Di akhir upacara, semua keluarga disalami tetua. Setelah itu, kepala keluarga menyimpan segepok uang di saku tetua. Tak lupa juga, tetua turut mendoakan keluarga tersebut agar diberi kemudahan rejeki, dan umur panjang.

Ingat masa kecil, biasanya kami berebutan telur dalam dulang. Sungguh menarik dan menantang. Kami anggap telur merupakan sajian paling istimewa. Karenanya, kami rebut.

Bayangkan, betapa bangganya bila berhasil mendapatkan telur. Maklum, hanya sebiji telur yang ditaruh. Walhasil, anak-anak yang tak kebagian terkadang menangis. Disinilah terjadi keriuhan antar kami, sesama anak kecil.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline