*Sudah pernah diposting di dinding facebook pada hari Jumat, 21 Mei 2010 pukul 8:37pm
Untuk semua orang yang mengenal cinta kasih "Pertama, wanita ini jelas lebih tua dari anda. Dari segi fisik pun dia tidak bisa dibilang memikat. Jadi apa sebenarnya yang membuat anda memutuskan waktu untuk menikahinya?" kalimat ini awalnya sempat membuat orang yang ditanya terdiam, sampai akhirnya kedua sudut di ujung bibirnya tersimpul naik dan mengembang. Katanya, "Karena setiap orang berhak bahagia." --- Beruntung acara Kick Andy (saya lupa apa temanya, yang pasti saat itu pemilik nama belakang Noya itu mengundang 4-5 pasangan suami istri yang saling menyempurnakan kekurangan istri mereka) beberapa waktu lalu ternyata masih belum melompat jauh dari pikiran. Ceritanya, host yang baru menyabet Panasonic Global Awards sebagai presenter terbaik tahun 2010 itu kemarin mengundang 5 pasang suami istri untuk berbagi kisah hidup mereka. Awalnya, saya berpikir, pasangan seperti apa yang diundangnya? Apakah yang sukses? Atau yang sudah berhasil melewati kapal karam rumah tangga? Sampai akhirnya ketika pasangan yang pertama dipanggil keluar menghadap audiens, hati kecil saya pun terenyak--begitu sampai selesai. Pasangan pertama adalah seorang suami yang memutuskan untuk menikah dengan seorang wanita buta dari lahir. Dia sendiri mengakui kalau begitu banyak tantangan yang harus dilaluinya untuk menjadikan wanita cantik itu (menurut pengakuan sang suami, dan memang wanita itu punya inner beauty) sebagai istrinya. Mulai dari pertentangan keluarga, celaan teman-teman, katanya itu bukan menjadi masalah yang patut untuk dipermasalahkan. "Jelas orang tua saya menentang habis-habisan! Mereka bilang untuk apa saya yang normal ini menikah dengan wanita yang cacat fisik?" meski dia berujar sambil tertawa dan sang istri tertawa, hati saya cukup pilu mendengar kata-kata cacat fisik yang dikeluarkannya. "Tapi dari awal saya sudah yakin kalau saya harus menikahinya dan menunjukkan kalau kami juga bisa seperti pasangan lain untuk hidup bahagia. Dan sekarang kami sudah punya seorang anak yang berusia 8 tahun," sontak riuh tepuk tangan penonton yang hadir di tempat langsung menyambut kalimat Noya saat itu. Dan mereka juga mengasuh sekitar 80-an anak-anak cacat mental dan fisik lainnya di rumah mereka. Sang istri rupanya yang menyarankan. Katanya dia ingin agar anak-anak itu bisa diarahkan hidupnya. Pasangan kedua (semoga urutannya benar) dipanggilnya seorang pria yang menikahi cacat mental. Wanita itu (semoga benar juga) usianya hampir 10 tahun lebih muda darinya. Bila dilihat dari fisik, saya yakin kebanyakan dari kaum adam pasti tidak akan melirik wanita itu. Belum lagi jika harus berkomunikasi, sangat susah. Sebab wanita itu agak susah meresponi arti dari kalimat yang diujarkan lawan bicaranya. Ya, meski usia dan badannya sudah seperti orang dewasa, wanita itu masih menyimpan dan membawa sikap anak-anaknya yang sebenarnya jauh dari ukuran orang normal. Dan memang lebih tepat dikatakan kalau wanita itu punya keterbelakangan mental. Pria yang kali ini pun menjawab, "Karena setiap orang berhak bahagia," saat Andy bertanya hal serupa seperti pada pria yang sebelumnya. "Lalu, apakah kamu bahagia dinikahi?" Seolah takut kalimatnya susah dimengerti, begitulah yang ditanyakan Andy kepada wanita itu. Lalu dengan senyum malu-malu dia menggandeng lengan suaminya seraya berujar, "Ya bahagia," disusul kemudian aplaus yang hangat diberikan oleh penonton setempat. Selanjutya, pria yang ketiga adalah sosok yang menikahi seorang yang mengidap penyakit polio di kakinya, sehingga dari usia 7 tahun wanita itu sudah memakai tongkat untuk berjalan. Rupanya wanita itu kakak kelasnya dulu. Berbadan tambun pula. "Dulu dia tidak mau saya lamar. Malah dia menawarkan seorang temannya yang cantik untuk saya. Tapi saya tetap memilih dia," sambil bercerita tentang awal kisah cinta mereka, wanita yang duduk di sampingnya itu juga ikut mengangguk-anggukkan kepalanya. Sampai akhirnya mereka menikah, laki-laki itu berulang kali pula menegaskan kalau dia tidak pernah menyesal menikahi istrinya--kendati mungkin orang lain akan berpikir betapa susahnya mengurus wanita yang punya penyakit. Dia bahagia, akunya. Sampai akhirnya pria keempat yang saya saksikan adalah seorang normal yang menikahi wanita kate (hanya setinggi 90 cm). Wanita itu penari sinden. Katanya, sejak pertama melihat wanita mungil itu, dia sudah jatuh cinta. "Cinta pada pandangan pertama," spontan saja ucapannya ini membuat orang-orang yang menonton di tempat tertawa pecah. Sama seperti laki-laki yang menikahi istrinya yang buta dari lahir, dia pun mendapat larangan keras dari orang tuanya untuk menikahi istrinya. Saya pikir, pasti begitu perih rasanya tidak diterima sebagai calon menantu saat itu. Syukur, sikap keras kepalanya juga dibawa ketika memilih wanita itu sebagai istrinya. "Waktu itu saya sendiri berjanji untuk membuktikan kalau saya akan punya keturunan dari dia," sambil tersenyum kepada wanita pilihannya itu, dia juga mengelus kepala anak laki-lakinya yang ikut saat itu. "Bagaimana perasaan anda waktu dia menyatakan cinta?" Ada-ada saja pertanyaan Andy. "Saya takut. Wong badannya gede, saya kecil," sehingga lagi-lagi jawaban ini membuat ruangan LIVE itu dipenuhi tawa penonton. --- Menyaksikan lika-liku percintaan mereka benar-benar membuat saya terhenyak. Tidak seperti dongeng-dongeng cengeng sejenis Cinderella, atau roman picisan sekelas Siti Nurbaya, atau jalinan asmara yang sebenarnya hampir mirip di seluruh sinetron Indonesia. Benang-benang kasih yang mereka rajut tentu tidak bisa dibandingkan dengan kisah yang selalu mengumbarkan mellow attack di setiap persimpangan. Memang, kalau yang namanya masalah hati, perasaan adalah taruhannya. Bahkan, nggak sedikit yang merasa begitu disiksa dengan perasaannya. Perasaan rindu, dilema, serba salah, susah memutuskan, menyakiti, disakiti, bertepuk sebelah tangan--dan apa pun itu--saya sendiri mengakui bahwa beban ini cukup berat. Lalu, kalau beban yang seperti itu--tak bisa dilihat mata--sudah terasa berat, bagaimana lagi dengan kenyataan yang bisa dilihat seperti kisah yang diutarakan dalam acara Kick Andy kemarin? Banyak hal yang dipertaruhkan. Secara tak langsung, kisah mereka mengajarkan cukup banyak hal. Salah satu di antaranya, saya langsung berpikir bahwa persoalan cinta yang mungkin sedang dihadapi saat ini tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan mereka. Saya (semakin) bersyukur diberikan jasmani, rohani dan akal pikir yang sehat, walaupun kadang-kadang saya pernah berpikiran tak sehat. Kesimpulan sementaranya, kalau mereka bisa melewati kisut gulungan benang seperti itu, kenapa kita tidak? Tentu tak lain tak bukan jawabannya adalah, "Karena setiap orang berhak bahagia."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H