Lihat ke Halaman Asli

Dulu, Sekarang dan Sampai Selamanya: Saya Tetap Batak

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

*Sudah pernah diposting di dinding Facebook pada hari Jumat, 4 December 4, 2009, pukul 12:35am

Ada sebuah perasaan bangga dan haru saat membaca blog seorang penyanyi terkenal di ibu kota ini. Sulit pula bagi saya untuk menjelaskan entah kenapa perasaan yang sebenarnya tak menentu ini masih terus bergejolak di dalam dada.

Bukan karena kata-katanya yang dijalin dengan indah. Apalagi oleh isinya yang lumayan panjang. Yang pasti bukan karena kedua hal tersebut. Oh ya, bukan juga karena dia adalah seorang penyanyi terkenal yang menyukai dunia tulis menulis. Tapi karena judul singkat nan padat yang dia tempatkan sebagai awal dari tubuh tulisannya. Judulnya, 'Aku Batak'.
***

"Kau orang Chinese ya?" sambil menyusuri lorong gedung kampus yang berwarna hitam putih yang baru itu, pemilik nama Dessy ini tiba-tiba mempertanyakan kesukuan saya. Padahal sepanjang perjalanan menuju ruang Pembantu Dekan I, kami hanya berceloteh soal film-film yang sedang in di bioskop.

"Bukan. Kenapa?" sebenarnya bagi saya pertanyaan seperti yang dilontarkan Dessy tadi bukan pertanyaan yang baru. Dulu, waktu masih kelas 3 SMP dan mengikuti bimbingan bahasa Inggris yang berada di persimpangan jalan besar rumah tempat saya tinggal, juga pernah ada seorang guru bimbingan yang mempertanyakan soal etnis saya.

Selain itu, pernah pula saat pertama kali saya mendaftar untuk mengikuti ujian saringan masuk Perguruan Tinggi Negeri, seorang wanita muda yang menjaga tempat pendaftaran itu entah kenapa menyapa saya dengan sebutan 'ci'.

Tapi saya sendiri nggak merasa aneh kok dengan sebutan itu. Malahan sudah biasa. Pasalnya, toh selama ini kalau saya pergi ke gereja dan bertemu dengan teman-teman seiman yang lain di sana, maka sebagian dari mereka yang berusia lebih muda, akan memanggil saya dengan sebutan 'Ci'. Ya, mereka memanggil 'Ci Jud'.

"Soalnya bahasa Indonesiamu aneh. Dan sori ya, matamu agak sipit. Kulitmu juga nggak jauh beda dengan orang Chinese kebanyakan." Oh, rupanya alasan ini yang membuat dia melayangkan pertanyaan tadi.

Kontan saya langsung menepuk bahunya dan berujar, "Nggak! Aku orang Batak. Apa nggak lihat wajahku Batak? Dan kalau kau bilang aku putih, kau salah Des! Di rumah, akulah yang sudah menghitam," saya berujar sekenanya.

"Oh ya? Berarti dulu kau seputih kapur ya?" Tentu dia sedang bercanda.

"Lebih tepatnya seperti tembok putih gedung kita itu Des!" Seketika tawa pecah kami pun memenuhi ujung lorong gedung Fisip itu.
***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline