Wacana untuk menaikkan harga rokok menjadi 50.000 telah menjadi pembicaraan yang ramai akhir-akhir ini. Dari sebagian yang sudah saya dengar dan ikut perbincangkan, ada yang menanggapinya santai saja seolah tidak perduli, dan ada juga yang menyatakan bahwa kenaikan segitu masih terlalu kecil dan masih mudah dijangkau oleh masyarakat (baca=perokok), sehingga perlu dinaikkan bahkan di atas 100.000.
Dalam keriuhan diskusi tersebut, saya juga ikut berpikir apakah kenaikan rokok dengan harga segitu merupakan langkah yang tepat atau sesuai untuk mengurangi para minat perokok untuk berhenti dari merokok? Bagi saya pribadi yang mantan perokok berat, saya tidak perduli harga rokok mau naik berapapun, tapi saya malah mengkhawatirkan dampak dari kenaikan rokok itu jika benar nantinya harga rokok dinaikkan.
Sebagian orang berusaha membandingkan harga rokok yang beredar di Indonesia dengan harga rokok yang dijual di negara-negara tetangga kita, misal Singapura atau Malaysia. Di negara-negara tersebut harga rokok yang dijual jauh lebih mahal dalam kisaran di atas 100.000. Saya beranggapan bahwa negara-negara tersebut dalam menentukan harga jual rokok pasti sudah mempertimbangkan banyak hal diantaranya menyangkut daya beli masyarakat dan tingkat kebutuhan hidup di negaranya. Jika mengacu hanya pada standard harga, maka jika harga rokok di Indonesia menjadi 50.000 maka hal ini merupakan angka yang masih kecil. Namun pertanyaannya adalah kita memperoleh harga 50.000 itu berasal dari angka 15.000, artinya naik 300%.
Meskipun saya tidak tahu pasti berapa jumlah perokok aktif di Indonesia ini, atau dengan kata lain, lebih besar mana antara jumlah perokok aktif dan perokok pasif di Indonesia, tapi saya cukup meyakini bahwa rokok sudah menjadi kebutuhan di Indonesia sehingga ketika salah satu variabel harga kebutuhan mengalami kenaikan yang tinggi, maka hal ini tentu akan diikuti oleh kenaikan-kenaikan harga-harga lain.
Kalo tadi kita membandingkan harga rokok di Indonesia dengan negara-negara lain, mari kita lihat bagaimana kondisi yang saat ini sedang terjadi di Indonesia dan kita coba bandingkan dengan negara-negara lain. Di Indonesia, negara kita tercinta ini pertumbuhan inflasi saat ini di kisaran 3 % plus minus 1%.
Artinya saat ini harga harga kebutuhan pokok masih cukup tinggi sementara daya beli masyarakat cenderung tidak mengalami kenaikan. Bandingkan dengan negara-negara lain, seperti Malaysia dengan laju inflasi 1.6%, Thailand 0.1%, Filipina 1.9%, dan Singapura yang bahkan sampai di angka minus, yakni di angka -0,7%.
Dengan membandingkan dari sisi inflasi ini saja, Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan inflasi yang terbesar, dan kondisi seperti ini tentu bukan merupakan kondisi yang ideal di tengah persaingan dengan negara-negara yang terus berupaya untuk menekan harga supaya tidak mengalami fluktuasi atau gejolak perubahan harga yang besar untuk menjaga agar pertumbuhan inflasi mereka tetap berada di level yang rendah. Dengan demikian, harga harga di tingkat prodosen dan konsumen rendah sementara daya beli masyarakat semakin tinggi. Artinya, kalo kita meyakini bahwa harga rokok yang dijual di negara-negara lain tersebut lebih tinggi dari harga yang dijual di pasaran Indonesia, maka harga tersebut tidak berpengaruh besar terhadap daya beli masyarakat disana, terbukti bahwa pemerintahannya masih mampu mengendalikan laju inflasi di level yang cukup rendah.
Saya masih meyakini bahwa pemerintah saat ini berupaya keras untuk mengejar ketertinggalan pertumbuhan inflasi kita dengan negara-negara lain. Artinya pemerintah terus berupaya untuk mengendalikan harga-harga pokok untuk tidak mengalami gejolak perubahan harga yang besar. Jadi, berdasarkan acuan ini, dari satu variabel ini, saya berkeyakinan bahwa harga rokok tidak akan mengalami kenaikan harga yang signifikan. Saya juga meyakini bahwa meski harga rokok tidak naik, masyarakat yang sadar akan pentingnya kesehatan untuk berhenti merokok juga akan meningkat, sasalah satunya adalah saya, dan saya yakin anda juga khan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H