Lihat ke Halaman Asli

Julius Deliawan

https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Menulis untuk Hidup Abadi

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Siapapun kita, entah kapan pasti akan mati. Banyak  hal kehidupan yang sudah kita lakukan, berguna atau tidak akan berlalu seiring berjalannya waktu. Meski banyak orang menyatakan bahwa, gajah mati meninggalkan gading dan orang tergantung pada perbuatannya. Tetapi seberapa lama perbuatan  dikenang oleh sebuah komunitas, tak lama.

Membaca beberapa artikel filsafat, saya serasa dekat dengan penulisnya, bahkan sepertinya gagasan mereka tak berjarak waktu pada saat saya membacanya. Padahal mereka yang menghasilkan karya-karya itu, sudah tidak lagi hidup jauh sebelum kakek buyut saya dilahirkan. Berarti sudah sangat lama, namun apa yang dia gagas selalu baru bagi saya. Malahan beberapa diantaranya hingga saya membacanya pun masih merupakan sebuah cita-cita, inilah keabadian dari sebuah karya tulisan.

Tubuh bisa mati, tetapi gagasan yang dituliskan akan terus dibaca orang jauh melebihi usia penulisnya. SEhebat apapun seseorang sewaktu hidupnya, tanpa sebuah tulisan yang mengkisahkan kehebatannya, akan habis dalam semasa. Tak ada lagi nilai-nilai hidup yang dapat diteladani, sehingga sebenarnya umat manusia dirugikan karena tak referensi yang dapat dijadikan acuan dalam perjalanan kehidupan. Namun itu tidak berarti jika ada sebuah karya tulisan yang berhasil ditorehkan dari orang-orang hebat tersebut.

Beberapa penulis konsep Negara, barangkali tidak pernah tahu bahwa kini apa yang ia pikirkan itu telah ‘menjadi’. Demikian juga dengan para pemikir ideologi yang hari-hari ini sedang berkembang, tulisan-lah sesungguhnya ‘gading’ dari seorang manusia selain memang dari perbuatannya dia bernilai. Sehingga jika memang Anda ingin mendapatkan umur yang panjang dan mungkin juga abadi, menulislah, karena kontribusi Anda sangat berarti bagi sejarah peradaban.

Tulisan ini diambil dari blog saya di :

Kampoenggagasan.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline