Pagi ini saya tidak menulis, tetapi berselancar di dunia maya. Sesuatu yang tidak mungkin saya lakukan jika saya tidak mengajar dari rumah. Karena materi sudah saya persiapkan, juga sudah di upload.
Maka prosesnya tinggal menunggu siswa mengerjakan. Saya masih punya banyak waktu untuk bersenang-senang. Padahal jika dalam kondisi normal, saya sudah bergelantungan di Transjakarta menuju sekolah.
Penulis, meski amatiran butuh banyak asupan bagi isi kepalanya, agar tidak kering, karena terlalu banyak yang dikeluarkan. Penyegaran, kira-kira begitulah.
Mencari-cari informasi aktual, mengumpulkan data, research sederhana, atau tidak ada larangan juga untuk sekedar murni bersenang-senang. Nonton film atau baca-baca gossip artis. Syukur-syukur ikut komentar tapi satu artikel. Namanya juga penulis, meski jadi komentator punya gaya beda. Bukan sekedar, hit and run alias nyampah.
Beberapa hari yang lalu, saya juga isi waktu dengan nonton film-film drama. Hasilnya lumayan juga, karena saya terpancing oleh beberapa adegan untuk bikin cerita saya sendiri. Jadilah cerpen, untuk hari sabtu dan minggu. Mengisahkan cinta yang harus dipisahkan karena hura-hara 98. Sedikit saya bumbui dengan isu rasial. Judulnya, Sang Penindas.
Menyelesaikan cerpen itu, ternyata kepala ini masih bergemuruh, daripada mubazir akhirnya saya tuangkan juga ke dalam tulisan. Isinya adalah kerinduan saya untuk menjadi penulis besar.
Padahal sebagai penulis, postur saya ini juga besar, meski tidak seimbang dengan tinggi badan. Jadi juga tulisan, Menggugat Takdir. Meski saya bingung, apa kategorinya. Cerpen, bukan ! Apalagi politik. Akhirnya saya centang di kategori fiksiana. Ini baru dari agitasi yang disebabkan nonton film. Belum dari yang membaca dan searching.
Bersenang-senang jelas bukan hal tabu bagi penulis, apalagi bagi bakal penulis. Biar kesan umum penulis dengan wajah ngelangut karena keseringan berkhayal, dan kacamata tebal akibat paparan radiasi komputer, dapat disingkirkan. Meski penulis, tapi guratan wajahnya segar. Keren pokoknyalah! Ini sih harapan.
Jika akhirnya tulisan yang menceritakan bahwa saya sedang tidak menulis, tetapi menceritakan apa yang saya lakukan ketika sedang tidak menulis, itulah keajaiban. Sedang tidak menulis pun dapat menjadi sebuah tulisan. Itu sebabnya saya suka menulis. Sebab, batin ini benar-benar merdeka dan terhibur. Obat kuat dikala pandemic.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H