Lihat ke Halaman Asli

Julius Deliawan

https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Covid-19 dan Cara Mendalam Memaknai Kekecewaan

Diperbarui: 26 April 2020   12:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar tangkapan layarkompas.com

Wabah covid19 memberi tekanan berat bagi kebanyakan orang, termasuk saya.

Secara psikologis dampaknya luar biasa. Terlebih selama berhari, minggu bahkan bulan, informasi menjejali kepala dengan beragam "teror". Mulai dari keganasan virus, dampak, hingga ke hal-hal yang sangat menyakitkan bagi penderita, keluarga dan para medis. Tidak hanya memilukan, realitas ini juga sangat menyakitkan dan menimbulkan kengerian tersendiri. Meski banyak diantaranya adalah hoax.

Saya sempat mengalami gangguan tidur dan sesak ketika mendengar dan membaca berita-berita tentang Covid19. Tiba-tiba tenggorokan kering dan juga batuk. Faktor psikologis sangat dominan berperan pada hal tersebut.  Apalagi sikecil sempat demam. Pikiran jadi semakin tidak karuan.

Saya tidak pernah membayangkan berada dalam situasi seperti ini sama sekali. Perasaan kuatir, serba tidak jelas mendominasi. Sulit sekali melihat harapan. Meski secara alamiah hal ini membawa saya pada keadaan berserah. Membangun relasi pada Tuhan dengan rasa yang berbeda dari sebelumnya.

Padahal, imunitas adalah senjata utama bagi peperangan kali ini. WHO terang benderang menyatakan, covid19 adalah dampak dari mutasi virus. Jadi ini adalah penyakit jenis baru yang belum ada obatnya. Hanya bergantung pada kekebalan tubuh, dan kelak jika sudah ditemukan vaksin.

Sementara kecemasan, ketakutan adalah senjata utama dalam melumpuhkan imunitas. Sungguh ini adalah strategi perang lawan yang sangat sempurna. Menghantam lawan dari luar dan dalam sekaligus.

Empon-empon, handsanitizer,   masker, menjadi secercah harapan. Tetapi mental kapitalis melumpuhkan perasaan, "harapan" itu menghilang dipasaran. Tetapi tersedia secara eksklusif dengan banderol harga yang tidak masuk akal. Tidak hanya memprihatinkan, ini juga menimbulkan perasaan marah yang terpendam. Karena tidak berdaya.

Jenuh dengan berita-berita menyedihkan, saya mulai mencari hal-hal yang positif. Mencoba membangun dan melihat harapan. Setidaknya hal ini bisa memberi saya ketenangan dan perspektif positif atas keadaan.

Satu dua berita saya temukan, termasuk informasi terkait vaksin covid19. Melegakan, ketika membaca judulnya. Namun lagi-lagi, saya harus kecewa ketika membaca lengkap isi beritanya. Sebab para peneliti itu masih butuh waktu sangat lama untuk dapat memproduksi vaksin, bisa hingga 18 bulan ke depan. Ampun!

Seperti naik roolcooster, waktu berjalan sangat lambat, sementara guncangan dan kengerian berjalan begitu cepat.  Situasi ini menimbulkan kecemasan kronis. Apalagi harapan-harapan yang ditawarkan, hanya mampu memberi rasa tenang sesaat, dan justru berujung pada rasa kecewa yang mendalam.

Keadaan yang sangat menekan secara psikologis ini,  ternyata membawa saya pada pemahamaan yang mendalam tentang kekecewaan yang dialami oleh para pengikut Yesus,  dalam perspektif iman kristen yang saya yakini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline