Lihat ke Halaman Asli

Julius Deliawan

https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Terjebak pada Pesona Palsu

Diperbarui: 29 Juli 2019   11:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Meski tidak paham lukisan, tetapi saya penikmat karya lukisan. Terutama lukisan, yang alirannya gampang saya cerna. Setidaknya apa yang dilukis memiliki kemiripan dengan objek yang dilukis.

Bagi saya keindahan itu, jika sang pelukis mampu menghadirkan objek lukisan seperti aslinya.   Seperti misalnya, lukisan sekeranjang buah  di meja makan. Selama lukisan mirip, saya akan mengagumi hasil lukisan itu. Saya belum mampu memahami keindahan lukisan sekelas Affandi atau Picasso.

Pertanyaannya, samakah kekaguman saya antara objek lukisan, dengan hasil lukisan?

Saya begitu mudah kagum dengan lukisan pohon, sekagum itukah saya dengan pohon yang menjadi objek lukisan.  Ketika mengagumi lukisan kupu-kupu, begitu jugakah kekaguman saya pada kupu-kupu yang dilukis. Juga dengan lukisan bunga liar yang banyak tersebar di tanah-tanah tak bertuan. Pertanyaan ini menggelitik, mengganggu pikiran saya. Membersit begitu saja, dan nggan beranjak.

Sebagai pendidik, saya berada diantara kutub-kutub yang seringkali menghasilkan paradok. Kita begitu mudah terkagum-kagum pada robot yang mampu mengerjakan banyak hal, menyerupai kemampuan manusia.Tetapi apakah begitu juga dengan kekaguman kita dengan sesama manusia yang barangkali hanya mampu menyerupai robot? Bahkan, saya yakin, hingga hari ini belum ada robot yang memiliki kecerdasan  komplek dari manusia yang paling bodoh sekalipun.

Revolusi industri, dari yang paling awal, ketika manusia mulai menggunakan mesin, hingga sekarang ketika manusia memasuki dunia serba digital, ternyata memerangkap manusia untuk memuja hal-hal  palsu. Mengabaikan atau bahkan meninggalkan sesuatu yang asli. Karena tidak lagi praktis dan merepotkan, sebab tidak mudah dikendalikan.

Kemampuan manusia mencipta, meski hanya berhenti menyerupai, berhasil membius manusia, meninggalkan esensi dari kenapa manusia  mencipta. Membuat manusia perlahan meninggalkan nilai-nilai kemanusiaan. Mengagumi hal-hal palsu, melebihi aslinya.

Menemukan kembali kemanusiaan  dalam setiap bentuk perubahan dan perkembangan, justru kini menjadi tantangan. Meski perubahan awalnya selalu dimulai dari keinginan untuk memuliaan nilai-nilai kemanusiaan.

Akankah kita kembali menemukan kemanusiaan kita di tengah derasnya laju zaman? Entahlah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline