"Pak, kalau dikategorikan darurat, bpjsnya bisa dipakai. Tetapi jika tidak, masuk kategori pasien biasa, umum."
Plong! Begitu mendengar penjelasan dari bagian pendaftaran RS Haji Pondok Gede. Pasien, bapak saya itu tinggal di lampung. Ke Bekasi, kangen sama kami, anak dan cucunya. Tetapi, kita tidak pernah tahu apapun yang akan terjadi pada diri kita. Setelah beberapa hari di rumah kami, bapak saya sakit. Untuk ukuran orang awam, seperti saya, penyakit bapak serius.
Sementara, segala urusan dan fasilitas kebpjsannya tentu saja ada di lampung. Mulai dari faskes, hingga ke soal rujukan.
Awalnya saya sempat bingung juga. Biasa, ini menyangkut anggaran. Kartu kepesertaan BPJS memang ada, tetapi selama ini pemanfaatannya hanya di sekitar orang tua tinggal. Di luar itu, kami tidak tahu bisa atau tidak. Tidak punya pengalaman. Lagian, lagi jalan ke luar daerah, siapa sih yang mau sakit?
Pengetahuan saya tentang pemanfaatan BPJS kesehatan terbatas. Saya terdaftar sebagai pesertanya, karena tempat kerja memfasilitasi. Tetapi meski begitu, di awal saya mengingatkan orang tua untuk mendaftar. Soal iurannya, nanti saya dan adik-adik, bisa bergiliran membayar.
Sebagai keluarga yang memiliki jiwa perantau, kami saling terpisah. Saya tinggal di Bekasi, adik di Palembang dan juga di Jambi. Sementara, orang tua saya di lampung.
Di usia pensiunnya, kami memberi kebebasan pada orang tua untuk tinggal dimana. Sehingga, mereka berusaha membagi sesuai kemauan hati. Kadang di Bekasi, Palembang atau di Lampung.
Ketika di Bekasi, ini baru pertama kali orang tua saya sakit dan membutuhkan perawatan. RS terdekat dan aksesnya mudah adalah RS Haji Pondok Gede, Jakarta Timur. Ke sanalah kami membawa bapak.
Begitu masuk UGD, saya dipersilahkan mendaftar. Sementara orang tua saya mendapatkan perawatan. Ketika bagian pendaftaran menanyakan bagaimana kami membayar biaya RS, saya langsung menunjukkan kartu BPJS bapak. Tidak lama, lantas pernyataan di atas keluar.
Memang belum sepenuhnya lega, tetapi setidaknya, jika nantinya memang bapak membutuhkan perawatan lebih lanjut, kami sudah menemukan solusi pembiayaannya.
Untungnya, orangtua saya rajin membawa-bawa berkas BPJSnya, jadi kami tak perlu kerepotan seandainya memang dibutuhkan dalam kedaruratan. Dan yang tak kalah penting, sangat penting bahkan, Bapak tidak pernah lalai membayar iuran bulanannya.
Setiap kali mendapat kiriman dari anak- anak, bapak selalu mendahulukan untuk membayar iuran bpjs, baginya dan ibu. Lagian, kiriman kami, tidak cukup banyak, sehingga bapak harus memberi skala prioritas. Kesehatan, adalah bagian dari prioritas orang tua saya itu.