Di zaman kedigdayaan dunia maya saat ini, tidak ada lagi monopoli informasi. Siapa pun dapat menjadi juru informasi alias penyampai berita, baik professional ataupun orang biasa saja. Berita faktual, akurat, penting, hingga abal-abal berseliweran yang pada gilirannya akan menjadi sampah virtual.
Kebenaran informasi dari beragam perspektif disuguhkan. Sehingga penerima informasi menjadi raja dalam logika pasar bebas. Karena informasi tidak lagi pemberi perspektif, tetapi perspektif informasi ditentukan penerimanya. Informasi seperti apa yang diinginkan tersedia, tinggal klik saja. Kebenaran memang relatif, yang terpenting adalah kepuasan pelanggan si penerima informasi.
Menyajikan informasi dari perspektif yang beragam memang akan memberi nilai lebih pada informasi yang disajikan tersebut. Hal ini juga memberi nilai edukasi bagi penerimanya, meski juga sering membingungkan. Artinya, selain mencerdaskan, hal tersebut juga dapat membuyarkan pikiran masyarakat, yang nantinya dapat menciptakan kelas-kelas atau kelompok masyarakat penerimanya.
Kelas dan kelompok terbentuk berdasarkan bagaimana informasi dipahami dan ikatan-ikatan emosional tertentu. Ini dapat dicermati dari kolom-kolom komentar yang biasanya tersedia, atau bagaimana tanggapan masyarakat yang mem-viral di sosial media. Tetapi perspektif beragam dari sebuah informasi ternyata bukan satu-satunya tersangka utama yang dapat memporak-porandakan pikiran masyarakat penerima informasi. Masih ada lagi yang lain yaitu berita bohong alias hoax. Keberadaannya memutar balikkan fakta, bahkan menampilkan fakta-fakta peristiwa yang tidak nyata. Sama seperti sifat medianya; maya!
Setiap kali membaca berita dari dunia maya, tidak lengkap rasanya jika tidak meng-klik kolom komentar. Dari situ informasi netral tanpa kepentingan, yang oleh penyampainya ditujukan untuk memberi informasi saja, diberi nilai dan muatan tertentu oleh pembacanya. Kapasitas pembaca yang kemudian menjadi komentator beragam. Dari yang kredibel hingga yang tanpa kapasitas sama sekali. Pro dan kontra selalu mewarnai kolom komentar. Masyarakat terbelah, cerdas, bodoh, paham, gagal paham, kelompok kepentingan, semua tumpah ruah nyampah di kolom tersebut. Caci maki menjadi hal lumrah, jangan tanyakan etika di sini.
Dunia maya adalah peradaban baru, sehingga barangkali masyarakat penggunanya masih berada di tataran paling awal dari peradaban tersebut. Barbar dan liar! Keliaran dalam menanggapi informasi semakin lengkap dengan menghadirkan link-link hoax yang menegaskan ‘kebenaran’ argumentasi komentator.
Karena komentator selalu mencitrakan dirinya cerdas dan memahami jika bicara tanpa data itu bodoh, tidak penting linknya menyajikan informasi palsu. Sepanjang dia tidak tahu letak ketidakbenarannya maka itu tetap bernilai kebenaran. Atau mungkin saja ia sengaja melakukannya.
Bagi komentator ‘pihak lawan’, kelompok yang berseberangan dengan dirinya, dan menggunakan link-link hoax seringkali dianggap sebagai orang-orang yang gagal paham. Sementara bagi kelompok kepentingan, mereka yang berseberangan dianggap sebagai orang-orang yang belum mau move on. Benarkah demikian?
Bisa saja memang demikian, tetapi adakalanya terdapat akun-akun tertentu konsisten dengan komentar-komentar miring dan link-link hoax-nya. Konsistensi bagi saya menimbulkan pertanyaan. Karena menurut saya hal tersebut bukanlah kebodohan berulang. Tetapi ini adalah kecerdasan dalam mengkonstruksi pemahaman masyarakat untuk kepentingan dan tujuan-tujuan tertentu. Seperti apa yang diyakini oleh Hitler, bahwa kebohongan yang disampaikan berulang-ulang akan menjadi ‘kebenaran’.
Jika demikian, hoax bukan lagi dibuat atas dasar keisengan, tetapi demi kepentingan tertentu. Pendukung data bagi cyber army dalam melakukan gerilya dalam mengkonstruksi pemahaman masyarakat berdasar apa yang mereka kehendaki. Kelompok ini bukanlah orang-orang yang gagal paham apalagi gagal move on. Mereka adalah orang yang punya tujuan atau kepentingan besar untuk mengarahkan jalannya peradaban. Waspada, diam, melawan atau mengikuti arusnya, itulah pilihan bagi kita para pelaku dan penerima informasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H