Lihat ke Halaman Asli

Julius Deliawan

https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Orang Kota Antara Bertani, Relaksasi dan Diplomasi Sosial

Diperbarui: 28 Desember 2016   08:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi pribadi

Sebagai orang yang melewatkan sebagian  besar hidup di desa dan karena tuntutan profesi kini harus tinggal di kota, sebenarnya dalam beberapa hal saya mengalami kegagapan.  Mulai dari realitas sosial hingga ke hubungan saya dengan alam.  Ada banyak hal yang janggal, jika harus membandingkannya dengan bagaimana saya menjalani kehidupan dulu. Dari biasa menjelajahi hamparan alam, kini saya meski berkutat dengan petakan lahan. Ditambah mesti bergaul dengan  masyarakat yang ikatan sosialnya semu.

Paling berat bagi saya adalah mengendalikan kegemaran bercocok tanam, dan memelihara binatang kesukaan. Saya menyadari hidup ini tidak melulu profesi, ada juga relaksasi yang sebenarnya punya nilai lebih bagi pengembangan profesi. Pasca relaksasi, ahli bilang tubuh jadi lebih siap menerima tantangan-tantangan baru, itu ada di profesi. Meski banyak juga yang berhasil mengembangkan diri dari usaha yang berawal dari relaksasi. Penginnya sih begitu, tetapi keberanian belum ada. Jadi sebenarnya saya sangat menyayangkan jika dunia kerja mengabaikan unsur  relaksasi ini.  Padahal ada begitu banyak pilihan bagi seseorang untuk menemukan cara bagaimana ia dapat melakukan relaksasi. Bagi saya, bercocok tanam sudah  merupakan salah satu bentuk relaksasi.  Cuma itulah persoalan seriusnya, kota membuat relaksasi saya itu terasa lebih mahal.

Inovasi memang membuat kegemaran saya itu mungkin, meski dengan lahan yang sangat-sangat terbatas. Ada pilihan hidroponik, aquaponik  dan yang lainnya dengan cara penataaan beragam pula. Menggabungkannya dengan kegemaran lain, misalnya memelihara ikan juga bisa saja dilakukan. Untuk memelihara binatang, saya telah lebih dulu melakukan dengan menjatuhkan pilihan pada ikan hias jenis Guppy. Minim perawatan, harga bersahabat, tetapi tetap menawan. Bahkan beberapa kali memanen hasilnya. Klop, saya menemukan dunia saya.

Dengan botol dan gelas plastik bekas , juga yang baru,  saya menjajar lahan tanaman sayuran di pagar depan rumah. Kombinasi antara hidroponik dan organik saya pilih. Tanaman saya susun secara vertikultur atau bertingkat.  Kangkung  dan bayam, menjadi komoditas alternatif pilihan. Mudah tumbuh, dan cepat panen. Karena menurut saya media tanam yang mungil tidak memungkinkan untuk jenis tanaman yang membutuhkan waktu panen lebih lama dan berulang, semisal cabe. Sehingga tanaman cepat panen dan sekali panen menjadi pilihan saya. Pasca panen, tinggal mendaur ulang kembali tanah dan ditanami kembali.

Meski ini adalah bagian dari cara saya melakukan relaksasi, ternyata memiliki efek ganda yang beberapa diantaranya tidak saya duga. Tanaman yang menghiasi pagar rumah menjadi semacam etalase. Beberapa tetangga yang lewat, menyempatkan diri berenti sejenak ketika saya sedang asyik menyiram. Memulai percakapan sederhana, dan menunjukkan apresiasi positif dari apa yang telah saya lakukan. Pada keseharian normal, dialog basa basi ini  tidak terjadi.  Sapa, senyum, hanya itu. Ternyata tanaman,  mampu membangun hubungan dengan tetangga lebih intim, komunikasi terjalin lebih kompleks, bukan teguran semata. Apalagi pasca panen, istriku berinisiatif membagi hasilnya ke beberapa tetangga. Hem …sayuran tidak hanya menyehatkan ternyata, tetapi sekaligus media diplomasi bentuk baru. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline