Lihat ke Halaman Asli

Spirit Zohri

Diperbarui: 15 Juli 2018   15:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seketika, ketika pagi ini saya merenung dan berpikir di teras hotel 'kaki lima' tempat menginap, saya teringat Lalu Zohri, keterbatasannya serta prestasi yang membuat Zohri kini diakui dunia. Karena ingat Zohri, saya pun teringat kembali perjalanan hidup sebagai perantau yang bermodal pas-pasan (kini juga hidup masih pas-pasan).

Sebagai anak muda Nusa Tenggara barat, saya pun ikut berbangga dengan prestasi yang telah ditorehkan Zohri. Dengan keterbatasannya, Zohri mampu membuktikan bahwa ia adalah pemenang. Apa yang telah dilakukan Zohri menyulut api semangat anak muda. Sepanjang ada kemauan pasti ada jalan.

Dalam situasi yang berbeda, kita semua sebagai anak muda yang masih merangkak, yang masih berjuang, juga adalah Zohri. Dengan keterbatasan kita saat ini, kita juga bermimpi untuk menjadi pemenang.

Tahun 2007 saya memulai membangun mimpi seperti yang dilakukan Zohri dengan berlari berkeliling disekitaran daerah tempat tinggalnya di Kabupaten Lombok Utara sebelum menjadi juara dunia. Bedanya, saya menuju ibukota Jakarta, menjadi perantau. Sesampai di ibukota, isi kantong saya cuma recehan Rp. 20.000,-. Itulah modal awal saya menjadi perantau. Menyedihkan bukan!

Bertemu kembali dengan teman-teman seperjuangan dikampus, semangat hidup membuncah. Saya menemui mereka di daerah Taman Ismail Marzuki (TIM) dan berdiskusi hingga larut. Setelahnya, saya menuju tempat tinggal salah satu teman yang kini telah sukses menjadi pengacara hebat di Jakarta

Tempat tinggal teman ini, tak seberapa luasnya. Hanya sebuah kamar kecil yang biasanya dipakai tidur beramai-ramai dan ruang tamu secukupnya. Jika di rumah tersebut ada 5 orang, rasanya sudah susah untuk bernafas.

Karena lelah, saya pun tertidur. Ketika saya dan kawan-kawan tertidur pulas, tiba-tiba rumah tersebut bergetar. Saya terbangun, mengira ada gempa bumi. Saya membangunkan salah satu teman dan memberi tahu kalo ada gempa bumi. Dengan ogah-ogahan, teman menjawab' itu kereta api lewat. Depan rumah ada rel kereta api. Alamaaakk!

Tahun 2008, ketika kali pertama masuk menjadi Pengurus Besar HMI,Saban hari selama 2 bulan lamanya harus berjalan kaki demi mencicipi makan siang gratis di sekretariat PBHMI. Kadang, ketika lagi asyik berjalan kaki, berpapasan dengan penjual buah yang tiap sore hari mangkal di depan sekretariat. Ketika kebetulan bertemu, penjual buah itu bertanya, ' kok jalan kaki mas, Mau ke PBHMI?. Saya jawab' ia pak, jalan kaki kan sehat. Padahal memang ga punya uang, kantong kempes.

Setelah 11 tahun menjadi perantau, proses hidup terus berjalan. Setelah jatuh bangun, kini tiap hari kerja memanggul amanah di DPR RI sebagai staf Ahli F-PAN. Dan mimpi menjadi Zohri, menjadi pemenang tak pernah surut..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline