Lihat ke Halaman Asli

Menjadi Pemimpin Desa

Diperbarui: 9 Juli 2018   15:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setelah dana desa bergulir, desa diharapkan segera tinggal landas. Dengan dana berkisar 800 juta sampai dengan 1 Milyar yang bergulir tiap tahun, orang-orang desa tak perlu lagi repot ke kota untuk mencari pekerjaan. Dengan dana tersebut, monopoli pembangunan tak lagi menjadi milik kota.

Pendek kata, orang desa tiap tahun diberi kabar gembira oleh eksekutif dan legislatif di pusat, bahwa mereka harus bergembira dan bersuka cita karena kue pembangunan lewat APBN dapat mereka nikmati. Jumlahnya pun makin meningkat tiap tahun anggaran berjalan.

Karena dana desa yang fantastis jumlahnya tersebut, tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh pemuda berbondong-bondong ingin 'menguasai desa'. Berlomba-lomba mereka ingin menjadi pemimpin desa, yang kadang-kadang tanpa dibarengi sikap yang amanah dan pengetahuan tentang pemerintahan desa.

Karena itu, acap kali kita lihat di media-media mainstream dan jejaring sosial, Kepala desa dan perangkat desa masuk bui dan di demo warganya karena keteledoran pengelolaan dana masyarakat tersebut. 

Menurut data yang di rilis Indonesia Corruption Watch (ICW) per Agustus 2017, Kades yang menjadi aktor utama penyalahgunaan dana desa mencapai 112 orang. jumlahnya meningkat sejak dana desa mulai bergulir tahun 2015 sebanyak 15 orang, tahun 2016 meningkat menjadi 32 orang dan tahun 2017 meningkat lagi menjadi 65 orang.

Senada dengan data ICW, Wakil Ketua KPK, La Ode Syarif mengungkapkan sejumlah modus penyimpangan pengelolaan dana desa. modus penyimpangan pengelolaan dana desa diantaranya pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai alias fiktif, mark up anggaran, tidak melibatkan masyarakat dalam musyawarah desa, penyelewengan dana desa untuk kepentingan pribadi, lemahnya pengawasan, dan penggelapan honor aparat desa.

Banyak kepala desa dan calon-calon pengabdi di desa beranggapan bahwa dana desa adalah dana yang dapat dipergunakan sesuka hati mereka. Tak mengherankan, seseorang yang berniat mencalonkan diri menjadi Kades rela merogoh kocek sampai 'sobek' karena tergiur dana desa yang begitu 'becek'. Karena ambisi kekuasaan yang begitu sempit tersebut, cara dan tindakan apapun dilakukan.

Mestinya, para Kades dan calon-calon kepala desa meneladani kisah Nabi Yusuf as, ketika nabi Yusuf as berhasil menakwilkan mimpi raja mesir tentang maksud 7 ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh 7 ekor sapi betina yang kurus serta 7 tangkai gandum yang hijau berdampingan dengan 7 tangkai gandum yang kering.

Karena kemahirannya itu, Nabi Yusuf as yang berada dalam penjara, seketika itu dipanggil oleh sang raja untuk diberi tempat dan kedudukan yang tinggi. Nabi Yusuf as kemudian meminta jabatan bendahara negara mesir karena menurut Nabi Yusuf as, dia pandai menjaga(amanah) dan berpengetahuan. Ambisi terhadap kekuasaan diperbolehkan asalkan amanah dan berpengetahuan.

Menghadapi pilkades serentak yang akan dilaksanakan 6 Desember 2018 sebelum gelaran Pileg dan Pilpres, masyarakat desa dihadapkan pada masalah-masalah Kemiskinan, krisis air bersih dan kelangkaan bahan bakar minyak, makin berkurangnya rasa kekeluargaan antar masyarakat dan narkoba menjangkiti anak muda butuh pikiran dan penyelesaian cerdas dari calon-calon kepala desa yang akan bertarung memperebutkan hati masyarakat.

Karena itu, memilih calon kepala desa disamping karena faktor keluarga, masyarakat desa harus juga memperhatikan rekam jejak calon. Dengan calon-calon kepala desa yang berintegritas, memiliki sifat jujur, desa yang dipimpinnya diharapkan bergerak maju. Dana desa yang tujuannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dapat diwujudkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline