Lihat ke Halaman Asli

Juan Ray

warga sipil dari Minahasa

Kala Uang menjadi Agent of Alienation terhadap Kemanusiaan

Diperbarui: 29 Juni 2024   16:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://allpoetry.com/poems/about/cash

Berawal dari perenungan tentang arti uang, "uang adalah hal yang menggerakkan dunia." Dengan perenungan inilah yang membuat saya menelaah konteks maksud dan kehadiran uang di tengah manusia, dan interaksinya secara sosial. Akan tetapi, hal yang paling absurd, uang dapat menciptakan keterasingan manusia dari dirinya dan sesamanya.

Uang dapat dipakai untuk membeli kekuasaan, akibat kekuasaan pada titik tertentu dapat mengakibatkan seseorang menjadi terasing. Pada prinsipnya uang adalah alat pembayaran yang sah, dalam konsepnya ia menjadi perwujudan keadilan dalam skema nilai. Manusia, baik secara individu maupun komunitas, membutuhkan uang sebagai bentuk legitimasi nilai diri. Hal ini menjadi kapitalisasi seluruh dimensi kehidupan manusia menyebabkan uang menjadi tujuan satu-satunya yang harus harus dicapai walaupun dengan menghalalkan segala cara. Prinsip "siapa yang memiliki uang, dialah yang berkuasa" makin menyuburkan marginalisasi bahkan keterasingan antar-individu manusia.

Berawal dari pemikiran Aristoteles, seorang filsuf Yunani Kuno, yang mengemukakan alasan bagi kemunculan uang yakni ketidakpraktisan sistem barter. Fungsi utama uang menurut Aristoteles adalah bukan saja sebagai alat pertukaran tetapi juga memilikifungsi derivatif, yakni sebagai ukuran nilai.

Meskipun definisi ini masih diperdebatkan, namun ekonom klasik Adam Smith dalam karya klasiknya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations (1776), yang mengikuti David Ricardo tentang "uang sebagai nilai" (1752), meletakkan dasar-dasar ekonomi modern.

Dalam tulisan John Kenneth Galbraith, Money (1976), Smith menegaskan kembali ortodoksi Aristotelian untuk melawan kaum merkantilis Eropa (seperti Victor de Riqueti dan Maquis de Mirabeau di abad ke-16 hingga 18), yang memandang fungsi utama uang sebagai penyimpan nilai. Bahkan, Georg Friedrich Knapp (1905), dengan teorinya tentang "uang negara" menegaskan bahwa fungsi utama dari uang adalah alat pembayaran serta divalidasi oleh statusnya sebagai tender legal.

Para ekonom klasik tersebut dalam tatanan memandang uang sebagai ide, dan belum melihatnya dalam kacamata fakta sosial. Hingga muncullah George Simmel dengan memberikan sumbangan corak sosiologis. Dalam karya klasiknya Philosophy of Money (1900), Simmel mengajukan pembahasan yang sangat brilian tentang pengaruh uang di dalam masyarakat. Menurutnya, irasionalitas dari sebuah masyarakat yang didominasi oleh uang, justru direlatifkan pada metafisika universal sebagai proses psikologis yang dengannya sarana dan tujuan masyarakat itu diputarbalikkan.

Ciri esensial dari suatu masyarakat kapitalis sebagai alat kapital menurut Marx, direlatifkan Simmel kepada proses psikologis misterius karena memang uang dirancang sebagai sebuah instrumen nalar.

Simmel memandang uang menjadi anasir yang muncul dalam perilaku manusia yang memberikan hasrat bagi manusia untuk mengejar, yang termanifestasikan dalam tindakan. Uang, kata Simmel, menerobos ke dalam jaringan teleologis antara ketamakan dan pemenuhannya, dalam proses meminta maupun memaksakan keinginan pribadi. Kepada manusia, uang juga memberi hak untuk membeli, hak untuk memiliki, bahkan hak untuk menguasai semata-mata demi memuaskan keinginan manusia.

Alaiene Deneault, yang dikutip oleh David Kim, mengaitkan karya Simmel dengan The Interpretation of Dreams karya Sigmund Freud sebagai "estetika-estetika teologis" dari ekonomi. Dalam pandangan Deneault, uang, dalam bentuknya yang indrawi, tidak sama dengan Tuhan yang tidak kelihatan. Akan tetapi, (seperti Tuhan) uang adalah sebuah ilusi, yang secara puitis dan naratif, berpengaruh pada perilaku keseharian dan keyakinan bersama.

Selain mengabaikan uang sebagai sebuah problematika sosial, juga dalam menegaskan kesimetrisan relasi pertukaran (exchange) sebagai basis rasionalitas instrumental dari uang, teori-teori ini justru mengabaikan kesimetrisan esensial di dalam relasi dominasi (penguasaan) yang dengannya uang menegaskan dirinya "bukan sebagai sekadar simbol namun kekuatan sosial yang otonom."

Konsekuensinya adalah relasi-relasi antar-individu, antar-keluarga, dan antar-bangsa dalam masyarakat semakin ditentukan oleh uang. Model relasi seperti ini bahkan menjadi tipe kekuasaan baru dalam budaya modern. Uang sebagai "penguasa baru" memengaruhi bahkan menghancurkan seluruh pranata sosial, politik, ekonomi, hukum bahkan agama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline