Lihat ke Halaman Asli

juan junianti

Mahasiswa

Ki Hadjar Dewantara dan Pandangannya Mengenai Bimbingan Konseling

Diperbarui: 15 Juni 2024   01:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

hai kompasioners dan sobat literasi, kali ini kita akan memabahas tentang ki hadjar dewantara, mengapa harus membahas tokoh pendidikan lama ? mengapa tidak membahas tokoh pendidikan di era sekarang ?.....eits ada alasannya di balik itu semua saya ingin kalian semua untuk kembali belajar dari pandangan masa lalu, karena sebenarnya ada beberapa pandangan dari masa lampau yang tetap menjadi patokan atau ide untuk pendidikan di era sekarang sehingga menjadi suatu inspirasi. 

Tentu kita semua tahu siapa itu Kihajar Dewantara, mari saya jelaskan sedikit tentang beliau.

Ki Hadjar Dewantara, yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat pada tanggal 2 Mei 1889 di Yogyakarta, adalah seorang tokoh pendidikan dan pahlawan nasional Indonesia. Pendidikan dan awal perjalanan karir Ki Hadjar Dewantara adalah saat menerima pendidikan awal di sekolah ELS (Europeesche Lagere School) dan Hoogere Burger School (HBS). Belajar di Nederlandsch Indische Normaal School (NIS) untuk mendalami pendidikan. Pada awal abad ke-20, Ki Hadjar Dewantara pergi ke Belanda untuk belajar di sekolah guru dan melibatkan diri dalam gerakan sosial. Terinspirasi oleh pemikiran humanis dan demokratis, ia aktif dalam organisasi pergerakan mahasiswa Indonesia di Belanda. Setelah kembali ke Indonesia, ia terlibat dalam kegiatan kebudayaan dan pendidikan. Membantu mendirikan Budi Utomo, organisasi pergerakan kebangsaan yang berfokus pada pendidikan dan kebudayaan.

Setelah kita mengetahui tentang beliau mari kita lanjut ke pembahasan intinya tentang bimbingan konseling menurut ki hadjar dewantara. 

1. Among

Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang "Among" menekankan pentingnya memperlakukan klien dengan penuh kasih sayang, menghormati, dan menghargai keunikan mereka. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip dasar pelayanan BK yang menekankan pentingnya empati, penghargaan, dan keberagaman. Selain itu, pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang "Among" juga menekankan pentingnya memahami dan menghargai latar belakang budaya, nilai, dan kebutuhan individu. Dalam pelayanan BK, konselor harus mampu memahami konteks sosial, budaya, dan individu klien untuk memberikan pelayanan yang efektif. Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang "Among" dapat menjadi landasan untuk membangun hubungan yang saling menghormati dan memahami dalam pelayanan BK.  

Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang "Among" juga menekankan pentingnya pendekatan yang holistik dalam pendidikan. Dalam pelayanan BK, konselor tidak hanya fokus pada aspek akademik, tetapi juga membantu klien dalam pengembangan pribadi, sosial, dan emosional. Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang "Among" dapat menjadi panduan untuk memastikan bahwa pelayanan BK tidak hanya berfokus pada aspek akademik, tetapi juga membantu klien dalam pengembangan yang menyeluruh. Secara keseluruhan, pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang filsafat "Among" memiliki relevansi yang kuat dengan pelayanan BK. Konsep "Among" menekankan pentingnya hubungan yang harmonis, saling menghormati, dan memahami kebutuhan individu, yang merupakan prinsip-prinsip penting dalam pelayanan BK

2. Trikon

Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Trikon memiliki relevansi yang kuat dengan pelayanan Bimbingan dan Konseling (BK). Trikon adalah konsep yang dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara yang menekankan pentingnya keseimbangan antara tiga aspek dalam pendidikan, yaitu pikiran (mind), hati (heart), dan tangan (hand). Dalam konteks pelayanan BK, Trikon dapat diinterpretasikan sebagai pentingnya keseimbangan antara aspek kognitif, emosional, dan praktis dalam membantu klien. Pelayanan BK tidak hanya fokus pada aspek akademik (pikiran), tetapi juga membantu klien dalam mengelola emosi dan mempersiapkan mereka untuk kehidupan praktis (tangan).

Dalam paradigma konstruktivis, "Ngerti" mengacu pada pembentukan pemahaman atau konstruksi pengetahuan. Individu tidak hanya menerima informasi secara pasif, tetapi 375 mereka secara aktif menciptakan makna dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan mereka. Proses ngerti melibatkan pemikiran, refleksi, dan interpretasi pribadi terhadap informasi yang diterima. Ini juga berkaitan dengan bagaimana individu membentuk kerangka kognitif mereka sendiri.

"Ngrasa" dalam paradigma konstruktivis menyoroti dimensi emosional dan afektif dari pengalaman. Emosi dan perasaan tidak dilihat sebagai respons mekanis terhadap stimulus, tetapi sebagai konstruksi subjektif yang terbentuk melalui interpretasi individu terhadap situasi atau peristiwa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline