Presiden Joko Widodo menginstruksikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyusun pedoman UU ITE. Salah satu pedoman dalam surat telegram itu nantinya adalah soal pelapor terkait UU ITE. Rencananya, pelapor UU ITE hanya boleh korban langsung, bukan orang lain atau diwakilkan. Apa yang disampaikan tersebut, sangat layak diberlakukan, agar setiap orang tidak sesuka hatinya melaporkan sebuah tindak pidana melalui elektronik padahal bukan seorang korban.
Kemarin, Presiden Jokowi kita ketahui membuat pernyataan agar hati-hati terhadap pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati. Hal tersebut harus jadi perhatian kita terutama penegak hukum dalam menegakkan hukum terhadap kejahatan di bidang elektronik.
Saat ini, banyak kita lihat hoaks beredar, ujaran kebencian dan juga pencemaran nama baik melalui elektronik. Namun, kadangkala kita melihat seringkali yang bukan korban melakukan pelaporan kepada polisi terhadap kejahatan melalui elektronik tersebut, sehingga sering terjadi balik lapor maupun perdebatan.
Berbahaya memang ketika si korban merasa tidak masalah dengan sebuah ujaran di media sosial, namun ada pihak lain yang tidak suka dan langsung melaporkan kepada kepolisian.
Jadi, tepat sekali bila tindakan pidana melalui elektronik menjadi delik aduan, yakni si korban yang melapor ke pihak kepolisian terhadap sesuatu kasus yang menyerang dan melukai dirinya melalui elektronik maupun media sosial.
Penulis sendiri sepakat ketika pasal karet dalam UU ITE dihapus, atau dipertegas lagi maksud dari isi pasal tersebut agar mengurangi penafsiran-penafsiran lain. Pasal karet dalam UU ITE sangat berbahaya karena banyak pihak yang suka sekali melakukan penafsiran sehingga membuat kegaduhan.
Dan, layak juga bila terjadi kejahatan seperti pencemaran nama baik terhadap seseorang diupayakan perdamaian daripada harus melakukan pelaporan kepada pihak kepolisian.
Damai itu lebih indah daripada harus berkonflik. Di dalam kejahatan melalui elektronik, harus diupayakan juga perdamaian agar kasus tidak semakin memanjang dan menguras energi kita.
Sudah saatnya, kota bergerak lebih baik. Sudja saat peraturan perundang-undangan diperbaiki bila ada pasal karet yang multitafsir. Semoga kedepannya UU ITE semakin baik, tidak banyak multitafsir dan lain sebagainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H